Rabu, 03 Juli 2013

Cerita Seks - Mbak Rini Iparku Yang Montok Dan Sensual



Kisah ini berawal sewaktu aku masih kuliah di Kota
M, sekitar 8 tahun lalu, dan sekarang umurku sudah
29 tahun dan masih membujang. Kisah ini adalah
benar-benar nyata dan bukan fiktif. Semua nama
dalam kisah ini adalah nama samaran. Setelah menamatkan SMA di kota kelahiranku, aku
(Erick) melanjutkan pendidikanku di salah satu PT
negeri di Kota M. Awalnya aku tinggal sendiri (kost)
disuatu tempat yang agak jauh dari kampus tempat
aku kuliah, karena hanya ditempat itu aku
mendapatkan rumah kost yang relatif lebih murah dari tempat yang lain. Setelah kuliah selama hampir
setahun, aku berlibur kembali ke kota kelahiranku.
Selama liburan tersebut, aku dikenalkan oleh
keluargaku dengan salah seorang saudara sepupuku
yang ternyata juga tinggal di Kota M tempat aku
kuliah. Namun karena tidak saling kenal baik, walaupun masih saudara dekat, kami saling tidak
mengetahui kalau kami berada satu kota selama ini.
Saudara sepupu ini, sebut saja Kak Rini, sebelum
menikah dengan Mas Tanto, lahir dan besar di kota
Jakarta bersama orang tuanya, keluarga Tante Ade. Selama 2 tahun pernikahannya dan menetap di kota
M, Kak Rini belum dikaruniai anak, mungkin
disebabkan karena kesibukan mereka berdua, Kak
Rini yang seorang karyawan bank swasta, dan Mas
Tanto yang seorang dosen. Saat perkenalan itu, Rini
telah berusia 26 tahun, 5 tahun lebih tua dariku dan Mas Tanto berusia 34 Tahun. Keberadaan Kak Rini di kota kelahiranku dalam
rangka mengunjungi kakek dan neneknya, yang juga
masih saudara dengan nenekku. Selama liburan
kami, aku lebih banyak menemani Rini keliling kota
dan antar jemput mengunjungi keluarga yang lain,
Mas Tanto tidak datang menemani berlibur. "Dik Erick rencana balik ke Kota M, kapan?"
Tanya Kak Rini sewaktu aku mengantarnya pulang
kerumah neneknya, dari belakang sadel boncengan
motor milik kakakku.
"Mungkin seminggu lagi."
Jawabku sambil mencoba merasakan sentuhan payudaranya dipunggungku.
Perlu pembaca ketahui, dengan tinggi sekitar 168 cm
dan berat ideal, ukuran dada 36A dengan wajah
cantik dan manis dan kulit putih mulus yang
ditumbuhi bulu-bulu halus sensasional, membuat aku
tidak merasa bosan dan capek menemani Kak Rini keliling kota dan mengantarnya menemani kemana
saja dia pergi.
"Kalau begitu, pulangnya dengan saya saja, ya?!"
Katanya seperti berbisik ditelingaku karena
derasnya angin karena laju kendaraan.
"Terserah kakak aja deh.. " kataku menyepakati 'perjanjian' itu. Seminggu setelah itu, kami pun berangkat pulang
bersama naik kapal laut ke Kota M selama satu hari
satu malam perjalanan. Rencananya, setiba di Kota
M, aku akan diperkenalkan ke suaminya dan sekalian
mengajak aku tinggal bersama mereka (selama ini
mereka hanya tinggal berdua di kompleks perumahan), karena rumah mereka masih cukup
besar untuk ditempati hanya berdua saja. Singkat cerita, aku pun diperkenalkan ke Mas Tanto
yang mau menerimaku dengan senang hati dan aku
pun mengemasi semua barangku dari tempat kostku
ke rumah mereka. Dan disinilah awalnya cerita
petualangan seksku dengan Kak Rini. Sebagai wanita cantik dan menarik, aku pikir semua
lelaki akan terpesona oleh daya tarik sensual
saudara sepupuku ini. Akupun merasakannya sejak
pertama kenalan, menemaninya selama liburan
berkeliling kota, dan terlebih selama perjalanan
dengan kapal laut kembali ke Kota M. Masih teringat waktu pertama kali berjabatan tangan, dengan
senyum manisnya dia memperkenalkan diri.
Wajahnya mirip dengan salah satu penyiar acara
kriminal di SCTV. Aku merasakan sentuhan lembut
jemarinya waktu aku memegang tangannya,
sentuhan sensasional di kulitku ketika bersentuhan dengan tangannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus,
aroma tubuh dan rambutnya waktu berjalan
berdampingan, juga hembusan nafasnya kalau
berbicara padaku yang kadang-kadang terlalu dekat
dengan wajahku.. pokoknya semua sensasi yang
dimilikinya membuat aku berdebar dan membuat aku konak. Aku tak tahu (pada waktu itu) apakah hal
itu disengaja atau tidak (setelah beberapa tahun aku
tahu ternyata itu dia sengaja untuk memancing
responku menurut pengakuannya!), yang jelas
selama liburan, aku belum berani menunjukkan
reaksiku. Nanti setelah kejadian di atas kapal laut yang membawa kami ke Kota M, baru aku berani
menunjukkan 'keberanianku' pada Kak Rini, walau
dengan jantung dag dig dug.. Diatas kapal laut yang sesak karena penumpang
yang banyak, kami mendapatkan tempat yang
lumayan 'strategis', walaupun itu bukan tempat yang
telah kami bayar untuk perjalanan kami. Bersama
dengan beberapa penumpang lain (yang agak lanjut
usia dengan kebanyakan wanita), kami menempati sebuah sudut ruang kapal yang agak panas, hal itu
membuat kami kegerahan. Menjelang tidur malam,
Rini dengan memakai kemeja yang didalamnya
dilapisi kaos oblong tanpa lengan dengan celana
jeans, terlihat mulai mengatur tempat untuk tidur
disudut merapat kedinding ruang, sedangkan aku dengan kaos oblong juga dan celana pendek selutut
berada diantara Kak Rini dengan penumpang lain.
Sebelum tidur, Kak Rini membaca sebuah majalah
dan aku mengisi TTS. setelah membaca majalah, Kak
Rini sudah tak tahan lagi kantuknya dan tertidur,
sedangkan aku melanjutkan mengisi TTS dan membaca majalah. Tak lama sesudahnya, lampu di ruangan itu
dipadamkan, mungkin karena penumpang lainpun
sudah ingin memjamkan mata, walaupun masih ada
lampu yang menyala di tengah ruangan tapi tidak
cukup untuk menerangi tempat aku membaca
majalah, akupun bersandar sambil duduk berusaha untuk tidur. Tapi karena udara yang agak panas dan
menggerahkan, mataku susah terpejam. Kak Rini pun
bangun dan melepas kemejanya (tinggal kaos
oblong) dan kemejanya itu dipakai untuk
menyelimuti badannya sambil tidur. Sewaktu Kak
Rini melepas kemejanya, dengan jarak sekitar 15 cm dari hidungku, aku bisa merasakan aroma tubuhnya
yang terpancar dari ketiaknya sewaktu lengannya
bergerak melepas kemejanya. Aroma itu campuran aroma keringat dan sisa
parfumnya, dan itu membuatku benar-benar
melayang.. membayangkan aroma tubuh yang
sensasional seperti itu. Dan diketiaknya yang putih,
aku sempat melihat secara samar rambut halus
hitam yang semakin membuatku ingin merasakan langsung aroma ketiaknya. Hmm.. tak sadar aku
memperbaiki posisi 'junior' di celana pendekku, dan
hal itu terlihat oleh Kak Rini.
"Belum tidur, rick?"
Tanyanya berbisik sebelum berbaring di sampingku.
"Belum nih, duluan aja!" Jawabku sambil menatap matanya. Rinipun akhirnya berbaring dengan memiringkan
badannya ke arahku, sehingga kepalanya dengan
pahaku hanya berjarak sekian centi. Akupun terus
berusaha tidur sambil duduk karena mataku belum
mau terpejam. Hembusan nafasnya terasa
menggelitik paha kiriku bagian luar, dan mungkin saja Rini tahu kalau penisku lagi tegang karena
celana pendekku di sekitar penisku agak menonjol
berdiri. Setelah capek duduk dan mataku terasa
muali berat dengan angin laut yang mulai bertiup
sepoi-sepoi, akupun berbaring di sisi Kak Rini. Saat
aku mengambil posisi baring, Rini memberiku sedikit ruang sambil mengangkat lengan kanannya, dan
lagi-lagi tercium aroma tubuh yang makin
membuatku tegang. Walaupun aku masih berbaring
terlentang dan Rini sedikit condong ke arahku, aku
bisa merasakan bahwa kepalaku tepat berada di
bawah ketiaknya karena aku merasakan lengan Kak Rini ada diatas kepalaku. Kantukku pun hilang karena 'posisi' yang
menguntungkan ini, aku sisa mengarahkan mukaku
ke arah Rini dan ketiaknya sudah pasti ada di
mukaku. Aku coba untuk diam, namun rangsangan
yang timbul dari aroma tubuh Kak Rini yang perlahan
mulai tercium membuat aku gelisah. Lama setelah itu, sewaktu aku merasakan nafas Rini yang
beraturan menerpa wajahku, baru aku perlahan-
lahan mengarahkan wajahku ke bawah ketiaknya
dan..
Hmm aroma itu benar-benar membuat aku makin tak
beraturan untuk bernafas, antara rasa senang, takut Kak Rini marah dan rangsangan yang terus membuat
jantungku berdebar. Dengan jarak cuman sekita 3-4
cm antara hidungku dan ketiak putih itu, Kak Rini
pasti bisa merasakan kegelisahanku, tapi mungkin
dia sudah nyenyak sampai tidak merasakan
hembusan nafas dan sentuhan ujung lidahku diketiaknya. Rasa kecut karena ketiak yang sedikit
berkeringat itu tidak kuhiraukan, malah aku semakin
terangsang dan kadang mendesah tertahan sambil
memegang penisku yang makin keras. Ketika aku sudah tak tahan lagi, dengan jantung
berdegup kencang, perlahan aku mengambil jaket
tebalku untuk menutupi celanaku yang semakin
menonjol karena desakan penisku (+15 cm) sambil
memiringkan badan ke arah Kak Rini sehingga
penisku merapat di paha Kak Rini yang berbalut jeans dengan hidungku dan bibirku yang telah
menempel di ketiaknya. Aku mencoba menahan
nafasku yang memburu sambil melanjutkan jilatanku
yang makin berani ke arah pangkal payudaranya.
Semua itu aku lakukan dengan sangat hati-hati, takut
membangunkan Kak Rini dan dia nampaknya masih seperti semula dengan nafas yang masih beraturan. Dengan perlahan aku membuka kancing tarik
celanaku, meyampingkan CD ku lalu kutarik penis
yang sudah sangat tegang keluar. Meski hanya
kepala penis dan sebagian batangnya yang bisa
keluar dari celanaku, aku elus-eluskan di paha Kak
Rini sampai aku merasa ada cairan bening keluar (bukan sperma yang kental) dan menempel di celana
jeansnya. Mungkin aku akan terus menggesek-
gesekkan kepala penisku sampai aku ejakulasi,
kalau saja Kak Rini tidak bergerak sedikit menjauh
dari tubuhku. Kejadian itu berakhir sampai disitu, dan sewaktu
bangun, Kak Rini tidak bicara soal tersebut, cuma ada
sedikit ada rasa canggung diantara kami, sampai
kami turun dari kapal dan tiba di rumah. Sejak tinggal bersama Kak Rini dan suaminya, aku
mencoba untuk menjadi adik yang baik, aku coba
membuang semua pikiran jorok di kepalaku tentang
Kak Rini dan mencoba menghindari Kak Rini dengan
banyak beraktivitas di kampus atau di luar rumah.
Sampai suatu saat, Mas Tanto mengambil Tugas Belajar ke Filipina selama 1 tahun. Empat bulan setelah tinggal di rumah Kak Rini, Mas
Tanto berencana akan berangkat ke Filipina, dan
selama itu aku mencoba menjaga jarak dengan Kak
Rini walaupun dia tetap baik dan ramah kepadaku.
Kalau tidak ada kegiatan di kampus atau ditempat
lain, aku banyak berkurung diri di kamar, dan kamipun bertiga cukup sibuk dengan urusan masing-
masing, sehingga hanya waktu-waktu tertentu saja
(Sabtu/Minggu) baru ketemu atau kumpul bersama.
Usahaku untuk menghindari berdekatan dengan Kak
Rini adalah untuk membantu menghilangkan pesona
sensualitasnya yang sering aku rasakan kalau berada dekatnya. Dan hal ini juga didukung karena
Kak Rini sering berangkat pagi dan pulang kerja sore
(aku biasanya yang paling akhir meninggalkan
rumah) dan paling lambat tiba di rumah. Satu-satunya yang paling sering menggodakau
adalah pakaian-pakain kotor(terutama pakaian
dalam Kak Rina) yang baru habis dipakainya, yang
ditumpuk dalam keranjang pakaian didekat kamar
mandi. Sering kali saat bangun pagi jam 08. 00 (kuliah
agak siang) aku 'memeriksa' pakaian-pakaian tersebut (saat mereka telah berangkat kerja). Aku
sering mendapati pakaian kerjanya yang kemarin
dan pakaian tidurnya semalam masih menyisakan
aroma tubuh dan parfumnya, terlebih lagi celana
dalamnya menyisakan cairan vaginanya yang harum
(belakangan aku tahu vaginanya memang harum saat aku mengoralnya) dan sering aku ciumin dan
jilati sambil beronani. Karena fantasi tersebut akan
sampai sering menumpahkan spermaku di celana
dalamnya atau pakaian kerjanya (tiap Sabtu baru di
cuci), dan sewaktu pertama kali memuncratkan
spermaku di CD nya.. aku takut Kak Rina tahu dan memarahiku. Tapi sewaktu dia mencucinya pada hari
Sabtu.. dia sepertinya tidak tahu atau pura-pura tidak
tahu kalau spermaku sudah bercampur dengan sisa-
sisa cairan vaginanya (kadang cairan vaginanya
masih basah). Dan setelah Mas Tanto memberi tahu
rencananya untuk ke Filipina dan menyuruhku untuk menjaga Kak Rina dan rumah aku semakin.. akhh..
berdebar-debar. Inilah awal yang menjadikan aku
tahu kalau Kak Rina ternyata memiliki hasrat dan
gairah seks yang tinggi serta mengajariku fantasi-
fantasi bercinta. Hubungan kami ini telah
berlangsung sampai 8 tahun dan kami sepertinya orang yang masih pacaran walaupun dia telah
bersuami. Dan satu hal lagi, adalah kesukaanku mengintip
aktivitas Kak Rini bila berada dirumah. Kalau malam
hari saat tidur dengan suaminya, aku sering
mendengar erangan-erangan bercinta mereka.
Bahkan aku pernah onani didepan kamarnya yang
aku buka sedikit pintunya dan aku melihat Kak Rini lagi tidur dikamarnya dengan pakaian tipis dan seksi
(saat itu suaminya belum pulang dari kantornya). Dan
berapa kali kejadian-kejadian tak terduga yang
membuat aku sakit kepala bila membayangkannya..
karena ingin segera merasakan bercinta dengan Kak
Rini. Tiba saatnya Mas Tanto berangkat ke Filipina, aku
dan Kak Rini mengantarnya ke bandara dan Kak Rini
langsung berangkat ke kantornya, sedangkan aku
balik ke rumah karena hari itu aku tidak ada
perkuliahan atau kegiatan lainnya di luar rumah.
Setiba dirumah, aku langsung memeriksa keranjang tempat pakaian kotor Kak Rini. Disitu aku mendapati
beberapa potong celana dalam dan BH Kak Rini dan
daster yang dipakainya semalam. Seperti biasa, aku
mulai menciumi CD Kak Rini yang meninggalkan
sedikit cairan vaginanya sambil mulai
membayangkan aku menciumi vagina Kak Rini sambil mulai beronani. Aku buka semua pakaianku
dan memakai CD Kak Rini yang lain sambil meremas-
remas penisku di dalam CD Kak Rini.
Ketika asyik beronani, tiba-tiba telepon berdering,
ternyata dari Kak Rini yang menanyakan apakah aku
telah tiba dirumah atau belum. Aku berusaha untuk
mengajak Kak Rini bicara lama di telepon sambil
terus meremas penisku dan membayangkan sedang
bercinta dengannya. Suaraku kedengaran parau karena rangsangan yang timbul dan aku berusaha
mengajak bercanda Kak Rini:
"Jam berapa baliknya nanti Kak Rin?" Tanyaku,
"Seperti biasalah, kenapa emang?! kangen ya sama
aku?" Balasnya bercanda,
"Nggak kok, cuman mau menjalankan tugas dengan baik, menjaga dan mengantar jemput kakak!"
Jawabku dengan suara gugup karena aku semakin
terangsang mendengar suara lembut Kak Rini..
"Kamu kenapa? kok suaramu parau begitu?!"
Aku cuma menjawab, "Masih ngantuk nih, habis
bangun pagi-pagi ngantarin Mas Tanto!" Jawabku bohong dan..
"Akhh.. "
Aku mencapai klimaks
"Udahan dong, aku mau tidur lagi.. nanti aja aku
jemput!" kataku kelelahan karena karena spermaku
telah terumpah di CD Kak Rini.. "Ya deh, aku tunggu.. awas kalau nggak jemput!"
Katanya mengakhiri pembicaraan kami. Aku pun
menyimpan kembali CD Kak Rini di keranjang dan aku
benar-benar puas onani kali ini karena baru kali ini
aku onani disertai dengan mengobrol dengan Kak
Rini walaupun hanya ditelepon. Setelah kejadian itu, selama dua minggu pertama
keberangkatan suaminya ke luar negeri tidak ada
kejadian istimewa yang terjadi. Aku hanya sesekali
onani, karena aku sering berada di luar rumah (kalau
sore atau malam baru balik ke rumah) dan
mengantar jemput Kak Rini kalau aku tidak ada kegiatan. Setelah mengantar atau menjemput Kak
Rini, aku biasanya melanjutkan kegiatanku di
kampus atau di luar rumah, dan kalau balik kerumah
aku sering mendapati Kak Rini telah tidur di dalam
kamarnya sehingga kami tidak sempat ngobrol. Sampai pada suatu malam, ketika aku pulang dari
kegiatan dengan teman-teman kampusku selama
tiga hari (praktis aku tidak bisa menemani dan
bertemu Kak Rani) di luar kota. Setelah menyimpan
motor di garasi samping rumah, aku lihat lampu
ruang tengah masih menyala dan Kak Rini menonton acara TV sambil tiduran di sofa. Rasa kangen makin
menjadi-jadi setelah tiga hari tak bertemu dan
melihat Kak Rini mengenakan dasternya yang
menurutku sangat seksi. Dasternya berwarna kuning
tua (serasi dengan kulitnya yang mulus) dengan
lengan yang agak pendek dengan lubang lengan yang agak besar sehingga aku bisa melihat tali BH
nya yang berwarna putih dari ketiaknya. Aku memeluk ringan (sudah biasa) dan kali ini aku
sedikit nakal dengan memberi ciuman tipis di
telinganya (aku belum berani sun bibir).
"Baik-baik aja kan kak?!" sapaku sambil merapat ke
tubuhnya sambil memegang bahunya.
"Iya nih.. cuman agak kesepian sendiri!" Jawabnya sambil tersenyum manis.
"Kan Mas Tanto baru dua minggu lebih perginya..?!!"
Kataku menggoda
"Ihh.. kamu bisa aja.. awas ya aku laporin ke
Mas..kalau kamu nggak jagain aku selama tiga hari!!"
Jawabnya sambil mengancam dan mencubit pinggangku..
"Kan cuman tiga hari.. tapi nggak lagi kok.. sudah
selesai kegiatannya" kataku mencoba menetralisir
suasana yang sudah mulai membuat aku ngeres.
"Ok deh.. tapi mandi sana, bau tuh..!!" katanya
mengejek aku. Aku pun mandi dan mengisi perut yang sudah dari
tadi minta diisi. Sambil makan, aku membayangkan
bagaimana rasanya kalau aku bercinta dengannya
malam ini. Membayangkan itu, aku makin tambah
gelisah dan aku cepat-cepat menghabiskan
makananku dan menemani Kak Rini menonton acara TV. Dengan memakai kaos oblong dan celana karet
pendek, aku menemani Kak Rini menonton sambil
duduk dikarpet dan bersandar di sofa tepat
disamping Kak Rini. Sambil menonton, kami bercerita
apa saja, dan tak lama kemudian, Ka Rini berdiri dan
berjalan ke kamar mandi ingin buang air. Sewaktu melewatiku, dasternya tampak transparan walaupun
sekilas, dan aku sempat juga mencium aroma
tubuhnya yang wangi. Hal itu membuat aku
memperbaiki letak penisku (waktu Kak Rini sudah di
kamar mandi) karena aku malu kalau Kak Rini tau
aku sedang 'horny' karena celana pendek yang aku kenakan sedikit ketat. Setelah keluar dari kamar
mandi, Kak Rini pun ikutan duduk di karpet
disampingku, malah dia tengkurap sambil
membelakangiku dan memeluk bantal duduk. Aku
semakin bebas melihat buah pantatnya yang bagus,
sedikit pahanya yang mulus dengan betisnya yang indah yang ditaburi bulu-bulu halus yang rapi.
Sungguh pemandangan yang membuat aku makin
konak, sehingga aku tidak konsen lagi dengan acara
TV ataupun obrolan kami. Sambil ngobrol dan bercanda, Kak Rini sering
mengejek atau meledek aku hingga aku tak sadar
menepuk betisnya yang indah dan mulus. Setelah
menepuk, aku tidak menarik kembali tanganku, tapi
kubiarkan terparkir di betisnya sambil sesakali
mengusapnya. Jantungku makin dag dig dug, aku gelisah, karena baru kali ini selama aku tinggal
dengannya bisa berdekatan sambil mengelus
betisnya. Kejadian di atas kapal laut yang aku coba
lupakan, terkenang kembali. Penisku makin tegang,
dan terciplak jelas di celana pendekku karena aku
tidak memakai CD lagi didalamnya (aku memang jarang memakai CD kalau dirumah). Untuk
menutupinya, aku meminta bantal duduk yang lain
yang berada didepan Kak Rini. "Tolongin bantalnya dong kak!" Sambil menunjuk
bantal didepannya..
"Ambil aja sendiri, malas amat seh bergerak!"
katanya mengejekku. Tanpa meminta lagi, aku
langsung bergerak mengambilnya, tetapi aku harus
melewati tubuhnya, dan mau tak mau aku menindih pantatnya yang indah.
"Yang ini aja deh.." kataku sambil merebut bantal
yang ada dipelukannya. Tapi karena dia
mempertahankannya, akupun tertarik ke arah
tubuhnya sehingga sekarang aku menindihnya dari
atas, sedangkan dia masih tetap tengkurap. Sambil mempertahankan bantalnya, buah pantatnya yang
sudah aku tindih juga turut bergoyang menambah
ketegangan penisku. Dengan posisi seperti ini,
akupun bebas menciumi rambutnya yang harum
sambil tangan dan lengan kami bersentuhan.
Sungguh posisi yang paling mengasyikkan, dan aku pun akhirnya tetap berada diatas tubuhnya..
"Ihh.. kakak pelit!"
"Biarin..!" katanya sambil tetap menatap layar TV.
Pandanganku tertutupi oleh sebagian rambutnya
yang sebahu, dan aku pun makin berani menciumi
rambutnya dan mulai memegangi tangannya. Jantungku berdegup kencang, aku tahu Kak Rini
mengetahuinya, tapi ketakutanku dikalahkan oleh
nafsuku dan tanganku mulai berani menyibak dan
mengelus rambutnya..
"Kakak harum.." kataku tanpa disengaja karena
sensasi yang ditimbulkan oleh suasana seperti ini.. "Biarin.. kamu aja yang bau.. wwek!" Katanya
mengejekku. Setelah menyibak rambutnya, kuberanikan mencium
tengkuknya, Kak Rini tampak kaget walaupun
sesaat, dan dia tetap mengarahkan pandangannya
ke layar TV walaupu aku tahu tidak konsen lagi
dengan acara TV. Melihat dia tidak protes, aku
semakin berani menciumi telinganya dan bolak balik kelehernya..
"Kulit kakak muluss.." Kataku dengan gugup..
"Sshh.. biarin" Jawabnya sedikit mendesah. Aku pun
makin agresif.. kugoyang pinggulku agar penisku
bisa lebih merasakan buah pantatnya sambil
tanganku perlahan-lahan mulai menyusup kearah ketiaknya. Tangan masuk melalui lobang ketiak
dasternya, dan mencoba mengusap pangkal
payudaranya. Sampai saat itu, aku masih takut kalau Kak Rini jadi
marah karena 'kenakalanku'. Tapi karena dorongan
nafsu yang makin menjadi, aku beranikan untuk
menarik bawah dasternya sambil mengusap paha
luarnya dengan tanganku yang satu, sedangkan
tangan yang lain tetap meraba-raba payudaranya. Aku tak peduli lagi kalau dia marah, karena sensasi
yang tercipta benar-benar membuat penisku tak
sabaran lagi. Dengan dibantu kakiku, aku coba
merenggangkan pahanya, setelah dasternya mulai
sedikit demi sedikt tergeser keatas pinggangnya,
sampai tampak CD Kak Rini yang berwarna putih. Kak Rini diam saja, malah cenderung penurut ketika aku
menarik dasternya keatas dengan mengangkat
pantatnya sedikit, sehingga penisku makin
menempel keras di buah pantatnya yang montok.
Sampai disini, aku masih mengelus-elus pahanya
dengan lembut dan tangan yang satu sudah berani meyelusupkan satu jari ke dalam mangkuk BH nya
sambil menekan lembut payudara Kak Rini. Aku juga
mulai menciumi punggungnya yang sedikit terbuka
dibagian atasnya, terus kebawah kearah tali BH nya.
Aku menggigit daster dan tali BH nya bagian
belakang lalu kutarik dan kulepas sehingga berbunyi cipak (bunyi tali BH mengenai kulitnya), dan kuulangi
beberapa kali. "Hmm.. sakkitt..!!" Rengeknya manja sambil
menundukkan kepalanya ke bantal sambil
menikmati permainanku.
"Biarin..!!" Balasku dan kami sama-sama tertawa.
Aku pun makin berani menarik CD Kak Rini kebawah
sambil aku mencoba mencium pipinya. "Kamu nakaa..ll!!" Manjanya yang membuat aku
makin bernafsu. Aku tarik tanganku yang mengelus-
elus payudaranya dan menarik wajahnya sehingga
aku dapat mencium bibirnya walaupun hanya
sebentar dan dengan agak susah. Karena aku makin bernafsu dan ingin sekali
menciumi bibirnya yang seksi, aku bangun dan
segera menarik CD Kak Rini sampai kelutut. Lalu aku
membalikkan badannya dengan sedikit kasar
sehinnga sekarang Kak Rini terlentang dihadapanku
dengan dasternya yang sudah terangkat sampai keperut dan CD sampai lutut yang memperlihatkan
rimbunan bulu-bulu halus di selangkangannya.
"Kamu mau ngapain..?!" Katanya sedikit terkejut.
Tapi aku segera menindihnya dan memegang
wajahnya dan segera mencium bibirnya yang
diatasnya ditumbuhi bulu-bulu halus seperti seperti kumis tipis. Kak Rini coba berontak dengan
memalingkan wajahnya, tetapi karena aku telah
memegang mukanya, akhirnya bibirnyapun berhasil
aku lumat, dengan sedikit menarik dagunya sehingga
bibirnya terbuka. Kak Rini pasif saja mulanya, tapi
setelah aku jilati bibirnya, dia pun mulai membuka mulutnya dan mendesah..
"Ahh..jangan Rick!" Tapi aku terus mencium, menjilat
sampai Kak Rini pun berani membalas goyangan
lidahku di dalam rongga mulutnya. Lama kami bermain lidah, saling menjilat disertai
desahan nafas kami dan bunyi 'plok' saat bibir kami
terlepas untuk menarik nafas, kemudian melanjutkan
saling kulum dengan ganasnya. Perlahan tanganku
meraih kedua tangannya dan menaruhnya diatas
karpet dibagian atas kepala Kak Rini sambil terus berciuman. Aku kembali menciumi lehernya,
bahunya dan dadanya. Kak Rini hanya mendesah
tanpa berbicara..
"Akhh.. sshh..!!" dan aku makin melancarkan
ciumanku, kali ini ke ketiaknya yang putih (bulu-
bulunya tidak selebat waktu di atas kapal laut), aku ciumin dan aku jilati..
"Akhh.. geli sayang!!" Desahnya lalu menggigit
bibirnya (itulah kata sayang yang pertama ditujukan
padaku) sambil kepalanya bergoyang kiri-kanan
menikmati rangsangan yang aku berikan. Aroma tubuhnya yang sensasional dan sensasi bulu-
bulu ketiaknya membuat aku makin terangsang dan
aku segera meremas payudaranya dan Kak Rini
memelototi aku katanya,
"Sshh.. pelan-pelan.. sakit!"
Aku pun segera memintanya untuk melepaskan dasternya agar aku bisa membuka BH nya, tapi dia
merengek manja..
"Nggak mauu..!!" Katanya pura-pura cemberut, tapi
aku segera mencopot CD nya dan segera
kubenamkan wajahku di vaginanya yang penuh
dengan bulu-bulu halus menggairahkan. "Kamu mau ngapain..?" Tanyanya bingung, tapi aku
terus saja mencoba menguak pahanya dengan
kedua tanganku lalu mulai menjilati vaginanya yang
ternyata sudah mulai basah oleh cairan vaginanya.
"Jangan ahh.. kan bau tuh..sshh..!" Protesnya sambil
mendesah menahan nikmat, tapi aku justru merasakan aroma vagina yang membuat perasaan
tidak karuan.
"Asyik kok kak.. punyanya kakak harum ya..?!!"
kataku memuji karena memang harum. Aku jilati bibir vaginanya yang menonjol, clitorisnya,
dan dengan bantuan jari menguak vaginanya, aku
menusukkan lidahku ke dalam lobang vaginanya,
sehingga Kak Rini mengerang tak karauan..
"Ohh.. uu.." Tiba-tiba aku merasa vaginanya
menegang dan pahanya dirapatkan menjepit kepalaku, dan aku mencium aroma vaginanya yang
makin tajam diiringi lidahku merasakan cairan
bening dari dalam lubang vaginanya.. ternyata Kak
Rini sudah orgasme. Diapun mendorong kepalaku
sehingga terangkat dari vaginanya dan tangannya
menutupi vaginanya lalu tangan satunya mengambil CD nya yang tergeletak disampingnya dan menutupi
lubang vaginanya dengan CD nya itu dan berbaring
membelakangiku sambil mengatur nafasnya yang
memburu. Aku kecewa karena tidak sempat menjilati cairan
vaginanya yang harum (aroma bunga). Aku coba
mendekatinya lagi sambil melepaskan celanaku.
Ketika aku coba menyentuh vaginanya dari
belakang, dia berkata,
"Sudah dong Rick..!" Aku coba mengerti, mungkin Kak Rini malu kalau
cairan vaginanya aku jilati. Juga mungkin perasannya
yang bersalah telah orgasme dihadapan adik
sepupunya sendiri. Aku hanya memeluknya dari
belakang sambil menempelkan penisku yang sudah
ngeras habis dibelahan pantatnya, lalu aku belai- belai rambutnya, mencoba menghiburnya karena
aku sendiri belum mencapai klimaks.
"Kamu jahat.. rangsang aku sampai aku orgasme!"
Katanya sewaktu aku sudah mulai menggesek-
gesekkan penisku di pantatnya.
Aku hanya diam, karena aku makin terangsang ingin memasukkan penisku ke vaginanya. Dan ketika aku
makin kencang menggesekkan penisku yang mulai
basah oleh sisa cairan vaginanya dan Kak Rini diam
saja, aku lalu memutar tubuhnya sehingga dia
kembali terlentang dan aku segera merenggangkan
kembali pahanya, tetapi Kak Rini menolak sambil menarik aku dan berkata sambil membelai-belai
wajahku..
"Jangan sayang.. aku takut hamil selama Mas Tanto
nggak ada disini" Katanya memohon pengertianku.
"Tapi kak.. aku dah nggak tahan lagi.." Protesku.
"Didubur aja Kak kalau nggak mau di vaginanya kakak..?!!"
"Sakit sayang.. lagian nanti berbekas!" katanya
memohon.
"Kalau gitu kakak oral aja..!" kataku sambil
menyodorkan penisku ke mukanya. Dia tampak
kaget melihat penisku yang agak besar walaupun panjangnya cuman sekitar 15 cm.
"Ok..tapi kalau udah mau keluar bilang ya..aku belum
pernah nelan spermanya Mas Tanto!" Katanya sambil
duduk dan membuka daster dan BH nya. Aku terpesona melihat bentuk payudara yang indah
(punya pacarku saja yang dulunya aku bilang bagus
masih kalah sama punyanya Kak Rini), sampai aku
tidak tahan untuk tidak meremasnya..
"Tete kakak bagus..!!" Pujiku. Kak Rini hanya
tersentum manis, "Kalau udah mau keluar, gesekin aja di sini ya..!"
Katanya sambil menunjuk ke payudaranya, lalu dia
memegang penisku dan mulai mengulumnya,
"Ssruupphh.." Bunyi kulumannya di kepala penisku
yang agak besar sambil melumurinya dengan air
liurnya. "Punyamu besar dan agak panjang dari Mas Tanto..!"
Tapi aku tidak terlalu menghiraukan lagi kata-
katanya disela hisapannya, karena aku sendiri sudah
merasa terbang ke langit ketujuh. posisi kami
awalnya sama-sama berlutut, Kak Rini mengulum
penisku sambil tangannya meremas-remas buah pantatku, dan sesekali menyentuh lubang anusku,
semuanya itu menambah rangsangannya. Aku
memperhatikan kulit Kak Rini yang benar-bener
mulus dari punggungnya sampai ke pinggangnya
yang ditumbuhi bulu-bulu halus, bentuk pantatnya
yang indah dan payudaranya yang menggelitik pahaku sambil mulutnya mengulum penisku..
"Akhh.. kak.. duduk dong!" Kataku sambil berdiri
karena rangsanagn yang dia berikan semakin
memacu gairahku. Kak Rini pun duduk dan aku berdiri, lalu dia kembali
memasukkan penisku ke mulutnya. Kali ini aku yang
menggoyang pantatku ke depan ke belakang dan
lidahnya menahan kepala penisku setiap pantatku
kudorong kedepan sambil tangannya memeluk
kedua pahaku. Beberapa menit kemudian aku sudah mulai merasakan desakan air maniku yang mau
keluar, aku pun menarik keluar penisku, tapi karena
hisapan yang kuat dari mulut Kak Rini, aku pun
mendorongnya dan dia mengerti kalau aku sudah
mau klimaks, Kak Rini segera berbaring dan
memegang penisku lalu diarahkan ke payudaranya lalu menjepit dan aku disuruhnya untuk menggesek-
gesekkannya sambil meremas payudaranya,
sampai..
"Akhh.. kakkh.. aku mau keluar..!!" Kataku sambil
menggeleng-gelengkan kepalaku. Dan.. crot.. crot..
banyak sekali air maniku yang muncrat di dada dan leher Kak Rini bahkan ada yang sampai mengenai
mukanya.
"Akhh.. kakak nikmat bangett..!!" Jeritku sambil tetap
meremas payudaranya. "Bersihin dong Rick, sperma kamu banyak tuh..!!"
Katanya sambil menyodorkan dasternya.
Aku pun mulai menglap sisa-sisa spermaku di
payudaranya, leher dan mukanya. Lalu aku ciumin
bibirnya,
"Makasih Rick.. kamu puasin aku malam ini!" Katanya "Kamu hebat.. pintar rangsang aku..!" Bisiknya malu-
malu.
"Dan mulai sekarang.. kamu nggak usah lagi
tumpahin spermamu di celana dalam kakak yang
udah kotor.. capek nyucinya.. hehe!!" Godanya,
"Jadi kakak tahu kalau aku sering tumpahin spermaku di CD nya kakak??" Tanyaku malu..
"Iyalah.. tapi nggak papa kok.. kakak suka.. aku juga
sering ciumin CD kamu kok.. cuman kamu nggak tau
kan?!!hehhe!!"
Lalu katanya lagi, "Sejak dari pertama kenal, kakak
sudah tertarik sama kamu, tapi kakak sembunyiin.. kamu aja yang agak berani.. terutama di atas kapal
laut dulu!!". Malam itu kami lanjutkan bercerita tentang kejadian-
kejadian yang kami alami selama ini yang sama-
sama kami rahasiakan, semuanya dibongkar dengan
jelas.. dan sambil bercerita, kami selingi dengan
saling cium, melumat bibir, saling raba dan
berpelukan. Kami tertidur sambil berpelukan dengan telanjang di ruang itu, setelah aku membuat Kak Rini
orgasme sekali lagi walaupun dengan jari-jari
tanganku (itu permintaannya sendiri) walaupun aku
sebenarnya ingin merasakan vagina Kak Rini. Sejak saat itu, aku dan Kak Rini sering 'bercinta',
walaupun Kak Rini belum mau aku memasukkan
penisku ke vaginanya karena takut kalau-kalau dia
hamil saat suaminya ada di luar negeri. Tapi paling
tidak, aku tidak lagi cuma merasakan aroma
vaginanya lewat CD nya, atau aroma tubuhnya yang sensasional di pakaiannya, tapi aku sudah bisa
merasakan langsung, kapan saja aku mau.

Selasa, 02 Juli 2013

Cerita Seks Dewasa - Zaskia Yang Cantik Dan Mumul



”Rif, carilah istri lagi,” kata Zia.

“Gila, Kamu! Apa maksudmu?!” sahut Rifa’i keras.

Mata Zia berkaca-kaca, dadanya yang besar berdegub keras, tangannya sibuk memainkan jilbab biru mudanya. Rifa’i memandang lurus tepat di bola mata Zia, mencari-mencari apa yang ada dalam pikiran wanita cantik itu, istri tercintanya.

Tiba-tiba Zia terisak pelan, meracau bebas. “Aku ikhlas, Rif. Aku ridho. Aku mau di madu.” Setelah kalimat terakhir, Zia menangis lebih keras lagi. Kali ini tersengal-sengal.

Rifa’i memegang bahu Zia, matanya tak lepas menatap Cintanya. “Zia, kamu ngomong apa sih, Sayang?” kali ini nada suara Rifa’i melunak.

“Rif, tidak pahamkah kamu, berapa lama kita menunggu-nunggu buah hati? Tak juakah kamu tahu, betapa aku sudah tidak mampu lagi mendengar pertanyaan dari Abah dan Umi, begitu juga Ibu dan Bapakmu, kakak-kakak iparmu, belum lagi para tetangga yang bergunjing? Sebelas tahun, Rif…” kata-kata Zia tercekat di leher. Wajahnya tiba-tiba memerah, kali ini tangisnya meledak keras tak terbendung hingga tangannya dingin, dan Rifa’i tak mampu menghentikan.

***

Zia menggeliat ketika matahari menerobos ruang kamarnya. Matanya yang bulat masih sembab, sisa tangis tadi malam. Ia terkesiap, mentari tampak malu-malu menampakkan dirinya, embun sisa hujan kemarin menetes di dedaunan, sedang dia masih berbaring malas. Melihat jam weker di samping mejanya, jam 05.30 Wib, Zia langsung mengambil handuk, berwudhu, dan menunaikan sholat. Setelahnya segera menuju dapur, namun langkahnya berhenti seketika begitu melewati ruang makan. Masakan telah terhidang, dan Zia langsung berpikir, Rifa’i. Siapa lagi yang membuat kejutan ini selain laki-laki itu, karena mereka hanya tinggal berdua.

Bergegas Zia mencari sosok Rifa’i hingga dia menemukan suami tercintanya sibuk merapikan Laptop di ruang kerjanya. “Belum tidur, Rif?” kata Zia, mendapati Rifa’i dalam wajah kuyu. Dia langsung menghampiri, membantu Rifa’i berbenah. Kemudian, mata mereka saling bertatapan, kali itu dia melihat mata jengah Rifa’i.

“Rif, makasih buat sarapannya. Maaf ya, aku kesiangan, mestinya aku…”

Rifa’i meletakkan telunjuknya di bibir Zia, “Ssttt, sudahlah, Zia. Kamu telah melakukan ini sepanjang pernikahan kita, sebelas tahun, dan ini bukanlah hal yang kamu sengaja. Kamu telah melakukan yang terbaik, aku hanya ingin sesekali membantumu.” kata Rifa’i seraya berlalu.

Tiba-tiba tangan Zia menahan langkah Rifa’i. “Rif, kemarin malam aku benar-benar serius.”

Rifa’i membalik badan, memegang bahu Zia, menatapnya kembali. “Zia, Kalo kamu serius, baiklah aku setuju. Tapi kamu yang harus mencarikannya untukku.”

Mata Zia sejenak berbinar, tadinya dia tidak yakin Rifa’i akan menyetujui niatnya, kini kekhawatirannya tidak terbukti. Akhirnya Rifa’i menyetujuinya!

***

Minggu pertama – minggu kedua, Zia menelepon seluruh teman baiknya, terutama yang belum menikah. Dia menawarkan ide untuk menikahi Rifa’i. Semua sahabatnya menyebutnya, GILA!

Hingga akhirnya, hari itu Zia menyerah.

Minggu ketiga – minggu keempat, Zia nekat menawarkan suaminya pada sebuah biro jodoh di koran yang pernah dibacanya. Sampai dengan minggu keempat, dia menerima puluhan surat jawaban. Dia mempelajari satu bersatu surat-surat jawaban yang dia dapat, membaca satu persatu. Zia menelitinya dan merasa tidak ada satupun yang sesuai dengn kriteria yang diinginkannya. Terutama adanya syarat untuk membuat surat keterangan berkaitan dengan test kesuburan. Hampir semua surat balasan tidak menyertakan surat keterangan tersebut. Hanya beberapa, tapi tidak memenuhi kriteria karena mereka mulai mengada-ada, hanya seperti menjual rahimnya.

Zia tertunduk lesu.

Minggu kelima – Minggu keenam, Zia menambah volume semangatnya mencarikan istri untuk Rifa’i, suaminya. Kali ini dia menawarkan Rifa’i kepada janda-janda yang dikenalnya dalam majelis taklim di sekitar rumahnya.

Hingga suatu saat, Zia menemukan seseorang yang dianggap cocok, seorang janda satu anak, dan masih sangat belia, suaminya meninggal ketika menjadi TKI di luar negeri. Dengan setengah bergetar, Zia menerima kartu nama yang diberikan si janda. Wajah wanita itu mengingatkan Zia pada seorang artis sinetron di TV, Zaskia Adya Mecca.

Zia mulai cemburu, hatinya berdegup kencang. Dia kembali melihat janda cantik itu, mulai dari wajah hingga postur tubuhnya yang aduhai. Zia kemudian menekuri dirinya. Wajahnya jelas kalah jauh dengan sosok wanita yang kini duduk dihadapannya, begitu juga warna kulitnya yang sawo matang, dibanding wanita itu yang kulitnya jauh lebih bersih dan bersinar.

Tapi kemudian buru-buru dia tepis pikiran cemburu itu jauh-jauh, Zia kembali pada niat awal untuk mendapatkan calon pendamping sang suami.

Lisna, begitulah nama panggilan si janda cantik.

Zia, mulai mengatur jadwal kencan suaminya dengan janda itu. Malam harinya, Zia sengaja mengajak Rifa’i keluar untuk memperkenalkan Lisna pada sang suami.

Lisna datang mengenakan gaun merah dan jilbab merah menyala. ”Cantik sekali!” batin Zia. Hatinya bergetar hebat. Hampir saja dia menangis, terlebih ketika dia melihat Rifa’i yang seakan terpesona oleh kecantikan Lisna.

Sebagai sesama muslimah, Lisna menghargai Zia, sehingga dia bersikap sangat sopan, menunggu Zia memulai pembicaraan. Mereka mulai berbasa-basi memperkenalkan diri masing-masing, sesekali dia melihat mata Lisna melirik malu-malu pada Rifa’i. Dan kilatan mata itu, membuat jantung Zia seakan berhenti. Hatinya terasa terkoyak, Zia meremas jilbab yang ia kenakan. Sedang Rifa’i sepintas, tidak begitu tertarik. Dia malah sibuk memainkan HP-nya.

***

Minggu Kesepuluh

Sudah tiga kali ini suaminya melakukan ta’aruf dengan Lisna. Dan untuk kali ketiga ini, Zia menemukan adanya perbedaan, mulai dari sikap, tindak tanduk, dan juga kebiasaan suaminya. Di matanya, Rifa’i terlihat semakin tampan dan bersih, serta mulai merubah penampilannya.

Puncaknya adalah malam minggu ini, malam keempat dia mengajak Lisna makan malam, dan rencananya Lisna akan mengenalkan Rifa’i kepada keluarga besarnya.

Zia tercekat ketika Rifa’i berpamitan dengannya. Ketika melangkah menuju pintu, dia menubruk Rifa’i dari belakang, memeluknya, terisak hebat di punggungnya.

Rifa’i menoleh ke arah Zia, memandang wajah istrinya yang terisak, kemudian memegang dagu Zia, mencium keningnya. Rifa’i berkata lembut, “Ada apa, Sayang?”

Zia menggeleng, namun sejurus kemudian dia berkata. “Rif, andaikata kamu mencintainya, dan berniat melangsungkan pernikahan, maukah kamu menceraikan aku, karena aku tidak tahan dengan semua ini. Aku mulai tidak ikhlas, Rif.”

Kening Rifa’i mengernyit, seulas senyum nakal terurai di bibirnya. “Katanya kamu mau aku menikahi Lisna, dan kamu rela dimadu? Aku kan cuma menuruti kamu, Sayang. Karena aku sayang sekali sama kamu!” kata Rifa’i.

Tangis Zia semakin keras. “Ternyata sulit menjadi ikhlas, Rif, ketika orang yang sangat kita cintai, harus berbagi cinta dengan yang lain. Tidak, Rif, aku tidak sanggup. Misalkan aku boleh memilih, jika memang kamu sudah terlanjur mencintainya, lebih baik kamu tinggalkan aku, dan menikahlah dengannya. Aku akan lebih menerima itu, karena aku tidak perlu melihat kalian bermesraan setiap hari di hadapanku.” cecar Zia.

Rifa’i tak tak kuasa menahan tawanya, sejurus kemudian dia memeluk Zia, mencium keningnya dan berkata. “Zia, siapa yang akan menikah? Dan siapa yang akan meninggalkanmu? Kamu pikir begitu mudahnya cinta yang kita bina selama sebelas tahun lamanya berpindah hati. Sejak awal menikah, aku sudah memutuskan akan memberikan seluruh jiwa dan ragaku untuk membahagiakan kamu, menyayangi, mencintai, dan melindungi kamu, Sayangku. Ikatan pernikahan kita disaksikan Tuhan, dan menikah bukan permainan, Zia.” kata Rifa’i lembut.

Zia tertegun, menghentikan isaknya, kemudian menjauhkan tubuh Rifa’i seraya berkata. “Loh, bukannya kamu sudah melakukan ta’aruf dengan Lisna? Lalu…”

Rifa’i memotong kata-kata Zia, “Aku sudah memutuskan hubungan sejak hari pertama kami makan malam. Aku pikir kamu konyol sekali menjodohkan aku dengan wanita lain, dan kekonyolan itu harus diakhiri mulai hari itu. Aku memang sengaja merubah penampilan supaya bisa membaca reaksi kamu, ternyata cintamu masih sedalam ketika pertama kita menikah dulu.”

Zia cemberut. Mencubit perut Rifa’i yang gendut. Sedetik kemudian mereka larut dalam cengkrama yang indah, hari ini hari terindah bagi Zia.

Tapi, benarkah begitu ?

***

Sekitar pukul sembilan malam, Rifa’i gelisah menatap jam dinding yang jarumnya terasa lambat berputar. Disampingnya, Zia sudah tertidur pulas setelah sebentar digumulinya tadi, sedikit menumpahkan spermanya di memek Zia yang sempit. Rifa’i melirik arlojinya. Dandanannya sudah sesuai, rapat dalam balutan jaket kulit tebal, dengan bawahan jeans biru belel yang melekat longgar di kaki besarnya. Hari ini jadwalnya ia ’nge-ronda’.

Tak lama, Rifa’i bergerak ke garasi dan dengan pelan mengeluarkan motor dari tempatnya. Dituntunnya sampai ke jalan, lalu berbalik untuk mengunci pintu rumah dan pagar depan. Dijumpainya para tetangga yang sudah berkumpul di pos ronda. Setelah berbasa-basi sejenak, Rifa’i meninggalkan uang 50ribu bagi mereka, sekedar untuk beli kopi dan cemilan. Hari ini ia tidak ikut nge-ronda, ada acara lain yang lebih menarik untuk dihabiskan di malam yang dingin dan sepi ini.

Dengan motornya, Rifa’i meluncur ke sebuah komplek perumahan, komplek yang dihuni kelompok masyarakat menengah ke atas. Perumahan ini tampak lengang pada saat seperti ini. Lampu-lampu jalan klasik tampak menghiasi seluruh sisinya. Sangat indah. Taman-taman kecil bermunculan di setiap halaman rumah, tak ada barang sepetak tanah pun yang dibiarkan kosong. Benar-benar tempat hunian yang nyaman dan indah.

Rifa’i memarkir motornya di blok agak belakang. Seorang wanita cantik berperawakan sedang sudah menunggu dengan senyumnya yang indah. Pagar terbuka, dan wanita itu menyalami Rifa’i.

”Tidak ngantuk kan?” tanya Rifa’i sambil melangkah masuk memasuki ruang tamu.

”Agak sih, habis sudah malam sekali.” jawab wanita berjilbab mirip Zaskia Adya Mecca itu. Ya, wanita itu adalah Lisna!

Saat dia berbalik, bermaksud untuk menemani Rifa’i duduk, saat itu juga Rifa’i menyergap dan memeluknya, lalu merengkuhnya dalam ciuman dan kecupan panas yang membabi buta. Lisna tak sempat mengelak, dia hanya bisa pasrah meringkuk dalam rangkulan Rifa’i yang memang bertubuh jauh lebih besar darinya.

Nafas keduanya sangat memburu. Pelukan-pelukan tangan kekar Rifa’i yang mulanya meremas pantat montok Lisna, kini berpindah ke lengan, sementara mulutnya berusaha mengecup payudara Lisna yang membusung indah di balik dasternya.

”P-pintunya... mas!” lirih Lisna.

Enggan, Rifa’i melepas tubuh montok wanita cantik itu untuk bergerak ke arah pintu dan menguncinya dari dalam. Lalu dengan tak sabar dia menyerbu Lisna kembali, menangkapnya seperti bola dan merebahkannya di sofa merah yang ada di ruang tamu, yang menerima hempasan badan kedua insan yang lagi diamuk birahi itu dengan enggan.

Tangan keduanya saling bergerilya. Lisna yang tidak mau diam diserang oleh Rifa’i, mulai berani menarik sabuk di pinggang laki-laki itu. Rifa’i membiarkannya saja, dengan bertumpu pada lutut, dia tampak sedang sibuk melepas kait BH Lisna. Daster yang tadi dikenakan oleh wanita cantik itu sudah teronggok di lantai. Kini yang tersisa hanya jilbab biru muda dan celana dalam hitam berenda yang menempel di tubuh molek Lisna. Itupun tidak lama, karena Rifa’i mulai menyusupkan salah satu tangannya ke balik celana dalam Lisna setelah berhasil membetot BH-nya.

”Sshhh...” rintih Lisna menahan gejolak saat jari tengah Rifa’i mulai menyentuh lapisan daging membusung berambut tebal miliknya.

”Hhhh...” desah Rifa’i kala tangan Lisna sudah menggenggam kontolnya yang tegang habis.

Tubuh mereka bertindihan. Lisna menggigit-gigit puting di dada Rifa’i, sementara Rifa’i asyik menusuk-nusuk lembut lubang sempit Lisna dengan jari tengahnya. Mata liar Rifa’i melirik ke bawah, ke lubang sempit berbulu rimbun milik Lisna.

”Sempit sekali, Lis.” erang Rifa’i.

”Punyamu juga besar, mas.” balas Lisna. ”Aku takut!” bisiknya manja, terlihat semakin cantik dan menggemaskan.

”Kau sudah pernah melahirkan, punyaku tak akan terasa terlalu menyakitkan.” Rifa’i membujuk.

”Aku melahirkan lewat bedah,” Lisna menjelaskan sambil mengocok cepat rudal Rifa’i, membuat Rifa’i merem melek keenakan dan mencongkel lubang kencing Lisna semakin dalam.

”Aku akan pelan-pelan,” Rifa’i terus membujuk.

”Pokoknya aku takut, jangan malam ini.” Lisna menggeleng, tapi tangannya semakin bersemangat mengocok penis Rifa’i.

”Kau selalu begitu. Aku sudah tak tahan!” balas Rifa’i.

”Biar kuemut saja, seperti biasanya.” tawar Lisna, wajah jelitanya yang masih berbalut jilbab tampak merah merona. Dia lalu turun dari sofa.

Rebahan pasrah, Rifa’i memberikan kontolnya yang gundul pada Lisna. Wanita itu jongkok dan membelai-belainya sebentar, sebelum tanpa ragu, mulut kecilnya terbuka dan langsung melahapnya dengan rakus. Dia terlihat kepahayan saat melakukannya, tapi tetap tidak mau menyerah. Dengan sepenuh hati, Lisna terus menghisap batang coklat panjang itu.

”Ehhhm...” Rifa’i menggelinjang hebat. Dia bertekad untuk tidak sampai ejakulasi di mulut Lisna. Harus malam ini, tekadnya. Setelah tiga kali tidur dengan wanita itu, Rifa’i memang belum pernah mencicipi lubang surgawi Lisna. Dia harus puas hanya dengan petting dan oral saja. Setiap kali Rifa’i meminta, Lisna selalu beralasan, ”Akan kuberikan kalau kita sudah menikah!” dan tentu saja, Rifa’i tidak menginginkan hal itu. Baginya, istri satu-satunya adalah Zia. Lisna cuma obyek pelampiasan nafsunya saja, sama seperti wanita-wanita lain yang pernah diperkenalkan Zia pada dirinya.

Ya, Zia tidak pernah mengetahui kalau cara ta’aruf Rifa’i adalah seperti ini. Tidak cuma berkenalan dan ngobrol biasa, Rifa’i juga meminta setiap calon istrinya untuk mau diajak tidur bareng. Dengan alasan ’tes kesuburan’, para perempuan itu harus bisa memuaskannya di atas ranjang. Dan sampai sejauh ini, Lisna lah yang paling berhasil. Rifa’i sangat berhasrat pada kembaran Zaskia Adya Mecca itu.

”Ah, aku capek, mas.” keluh Lisna setelah berlalu limabelas menit, kontol Rifa’i masih saja mengacung tegak. Bibir Lisna sudah sedikit kelu gara-gara kebanyakan menyedot precum Rifa’i, sementara tangannya sudah pegal mengocok daging panjang itu. Kalau saja ukuran penis Rifa’i biasa-biasa saja, tentu Lisna tidak akan secapek ini. Tapi kelamin Rifa’i memang lain, benar-benar luar biasa. Belum pernah Lisna melihat kontol sebesar ini, begitu panjang, keras, dan agak miring ke kanan seperti menara Pisa. Punya suaminya yang sudah almarhum saja tidak seperti ini.

”Aku masih belum keluar, Sayang.” rengek Rifa’i sambil memijit puncak payudara Lisna, memilin-milin putingnya yang berwarna merah kecoklatan dengan dua jarinya. Sekonyong-konyong, laki-laki itu berdiri dan mengangkat tubuh molek Lisna, lalu digendongnya menuju kamar. Dengan tidak mempedulikan pintu kamar yang masih terbuka, Rifa’i merebahkan tubuh Lisna ke atas ranjang.

”Mas, kau mau apa?” tanya Lisna ragu-ragu.

”Aku menginginkanmu, Lis.” jawab Rifa’i. Tangannya kembali meremas-remas tonjolan daging bulat di dada Lisna.

”Kau mencintaiku?” tanya Lisna lagi.

”Apakah itu yang kau harapkan agar aku bisa mendapatkan vaginamu?” Rifa’i bertanya balik. Dia menciumi puting Lisna yang mencuat indah secara bergantian.

”Aku butuh kejelasan.” Lisna memaksa.

”Aku tidak bisa berjanji, aku masih takut untuk berkomitmen.” Rifa’i mencucup dan menggigitnya berulang kali.

”Kau hanya ingin tubuhku!” tuduh Lisna, mendorong kepala Rifa’i dari atas buah dadanya.

”Tapi kau juga menikmatinya kan?” Rifa’i memandang mata wanita cantik itu.

”Aku tidak serendah itu,” desis Lisna judes.

”Hehe, aku memang lebih tinggi daripada kamu, Sayang.” Rifa’i mengedipkan matanya menggoda.

”Dasar!” Lisna merajuk manja.

”Aku akan jongkok, biar tinggi kita sama.” dan benar saja, Rifa’i mulai menekuk kakinya hingga kepalanya berada tepat di depan selangkangan Lisna. Dihadapannya kini terpampang paha mulus dan vagina licin milik wanita cantik itu. Dengan bulu keriting yang hitam tebal, seonggok daging surgawi itu terlihat begitu menggairahkan. Rifa’i membenamkan mukanya disana.

”Ehsss... mas!” Lisna langsung menggelinjang, kakinya terbuka semakin lebar, sementara tangannya sibuk menjambak rambut panjang Rifa’i.

”Aku jilat ya?” goda Rifa’i.

”Hiyaaaaa...” belum selesai Lisna mengerang, dirasakannya sapuan lembut lidah basah Rifa’i di sela-sela gundukan daging kemaluannya. Lidah itu dengan pasti membelah laut merah miliknya, dan mulai menusuk kesana-kemari begitu cepat. Sementara di atas, tangan Rifa’i bergerak lincah mencari puting susu Lisna dan langsung memencetnya kuat-kuat begitu mendapatkannya.

”Auw, mas!” Lisna menjerit kesakitan. ”Pelan-pelan!” Kedua putingnya terasa kaku dan mengeras, tanda kalau ia juga sudah pengen. Dengan jempol dan telunjuknya, Rifa’i terus memilin dan menjepit daging mungil itu.

”Aku masukkan yah?” pinta Rifa’i sambil menyiapkan penisnya.

”Jangan!” jawab Lisna cepat.

”Kuperkosa saja kalau begitu,” Rifa’i mengedipkan mata.

Lisna melotot, namun tangannya merangkul pinggang Rifa’i. Laki-laki itu agak berdiri sekarang. Rifa’i menarik kaki Lisna sampai kemaluannya pas di depan bibir vagina wanita cantik itu. Tanpa suara, Rifa’i menatap Lisna, berusaha meyakinkannya agar tidak usah takut.

Lisna akhirnya mengangguk, ”Lakukan, mas.” bisiknya lirih.

Tersenyum, Rifa’i mengucapkan terima kasih dan menggenggam batang penisnya, siap-siap diluncurkan ke sasaran; lubang kelamin Lisna yang masih kelihatan mungil dan sempit.

”Pelan-pelan, mas!” lirih Lisna. Meski masih agak takut, namun hatinya sedikit tentram melihat mata elang Rifa’i yang penuh perlindungan.

Rifa’i menarik lagi kaki Lisna. Ujung kelaminnya sudah menempel di liang surga milik sang kekasih, terasa hangat dan licin disana. ”Tahan sedikit,” kata Rifa’i. Sekoyong-konyong, ditariknya pinggang Lisna mendekat. Dan dengan sedikit menekuk lutut, dia menghujamkan penisnya keras-keras ke arah kemaluan wanita cantik itu.

”AAHHHHHH...!!!” Lisna menjerit pilu sambil berusaha memundurkan pantatnya, sementara tangannya bertumpu pada ranjang.

Tapi Rifa’i yang sudah telanjur merasakan sensasi nikmat saat kepala rudalnya menyerodok lubang sempit Lisna, tidak mau melepaskan kesempatan itu begitu saja. ”Iya, tahan, Sayang. Ini baru ujungnya.” bisiknya.

”Ohh... ampun, mas! Sakit!” rintih Lisna ketakutan. Pahanya berusaha menutup. Tapi tentu saja Rifa’i lebih kuat, dia membukanya lagi hingga kedua paha itu kembali terkuak ke sisi ranjang. Dan tanpa membuang waktu, Rifa’i menyodok lagi. Sangat keras. Sambil tangannya menarik pantat bulat Lisna ke arahnya.

Tentu saja perbuatannya itu langsung membuat Lisna menjerit tak karuan.”ADUUUHHH... ADUDUUUUHHHH... AMPUN, MAS! SAKITTT!!!” air mata tampak mengalir di sudut matanya.

Rifa’i menahan nafas, berusaha meresapi saat dinding-dinding kemaluan Lisna yang hangat dan basah membungkus batang penisnya, sepenuhnya. Ehm, sangat nikmat sekali! Terasa sedikit kencang dan berkedut-kedut. Seperti hidup saja layaknya.

Rifa’i merebahkan tubuhnya, menindih tubuh molek sang kekasih. Bertumpu pada siku dan lututnya, ia mendorong badan Lisna agar sedikit bergeser ke tengah ranjang. Dengan alat kelamin yang masih bertaut erat, keduanya berbaring agak ke tengah. Rifa’i menunduk, mencium dan melumat habis bibir Lisna yang terasa manis, memainkan lidahnya di dalam mulut wanita cantik beranak satu itu.

Lisna yang mulai merasakan kenikmatan, pelan-pelan merangkul tubuh gemuk Rifa’i. Rasa sakit yang tadi ia rasakan perlahan menghilang, digantikan oleh rasa geli dan nikmat yang menjalar cepat di sekujur lubang kemaluannya. ”Goyangkan, mas! Aku sudah siap,” pintanya tak lama kemudian.

”Tentu, Sayang.” sedikit menarik penisnya, Rifa’i menggesek pelan lorong kemaluan sang kekasih. Lisna yang tidak ingin kehilangan momen, mengejar dengan menaikkan pantatnya, seakan-akan takut kontol Rifa’i akan lepas meninggalkan lubangnya. Pada saat itulah, dengan sangat keras, Rifa’i menghujamkan penisnya ke bawah.

JLEEBBBB...!!!

”Ahhhhhhh...” Lisna berteriak keenakan.

”Oughhhhh...” Rifa’i yang juga merasa nikmat, mengerang dengan tubuh gemetaran.

Di luar, hujan mulai turun. Suasana semakin dingin di dalam kamar yang tidak ber AC itu. Tapi kedua insan berlainan jenis itu semakin panas saja bergulat mereguk kenikmatan. Keduanya sekarang malah sudah sangat berkeringat.

Punggung Rifa’i yang lebar tampak hampir menutupi seluruh tubuh Lisna yang berbaring pasrah di bawahnya. Jilbabnya sudah terlepas, menampakkan rambut panjang Lisna yang terurai hingga ke punggung. Tangan wanita itu menggelayut manja di bahu Rifa’i, sementara kakinya melingkar ke paha Rifa’i, seakan meminta pada Rifa’i agar memasukinya lebih dalam lagi. Tanpa merasa letih, Rifa’i memberikannya. Ia ayunkan pinggulnya dengan lincah ke selangkangan Lisna yang sudah sangat licin dan becek. Kadang-kadang suara seperti closet mampet muncul akibat gesekan alat kelamin mereka.

Saat itulah, selagi asyiknya-asyiknya mengayuh, tiba-tiba... ”Om, om kok nindih mama?” tanya suara mungil yang berdiri di ambang pintu.

”Dimas?” Lisna dan Rifa’i berkata secara bersamaan. Mereka spontan menghentikan gerakan. Rupanya suara petir membangunkan bocah kecil itu. Dan anak yang ketakutan ini bermaksud mencari ibunya, yang ternyata asyik bersenggama dengan Rifa’i. Dimas memang sudah mengenal Rifa’i, yang suka bawa oleh-oleh setiap kali datang ke rumah.

”Eng... karena mamamu juga takut petir, jadi om peluk.” jawab Rifa’i sambil tersenyum. Di bawah, penisnya masih menancap kokoh di liang kelamin Lisna. Sejenak Rifa’i berpikir, apakah bijaksana mempertontonkan adegan dewasa ini di depan anak berumur lima tahun? Namun nafsunya yang terlanjur menggebu-gebu, mendorongnya untuk terus melampiaskan kenikmatan yang sudah susah payah ia cari selama satu bulan ini. Ketika baru berhasil, tentu saja Rifa’i tidak mau melepasnya begitu saja. Dia harus tetap mendapatkan memek Lisna, janda cantik yang dikasihinya, apapun yang terjadi.

”Ma?” panggil Dimas lagi.

Lisna tersentak. Dia berusaha tersenyum pada sang putra diantara gairahnya. ”Kembalilah ke kamarmu, nanti mama kesana.” katanya berat.

”Dimas takut, Ma.” bocah itu menggeleng.

”Jangan takut, Dimas.” Rifa’i menarik rudalnya sedikit sebelum menghempaskannya dengan nikmat, membuat Lisna yang berusaha menahan gairahnya sekuat tenaga, mendelik tidak suka. ”Kamu boleh tidur disini.” jelas Rifa’i gokil. Dia terus menggoyang pinggulnya maju-mundur. Lisna hanya bisa merintih pelan tanpa tahu harus bagaimana membalas serangan laki-laki itu, sekarang ada Dimas yang berdiri di sampingnya.

Tapi di luar dugaan, ”Dimas bantu yah?” si bocah naik ke atas ranjang dan ikut mendorong-dorong pantat Rifa’i.

”Aih, Dimas!” Lisna ingin melarang, tapi Rifa’i segera membungkam mulutnya dengan ciuman.

Rifa’i tertawa merasakan tangan mungil Dimas menempel di pantatnya. Dengan bantuan bocah itu, Rifa’i terus menghujamkan penisnya, menikmati rapatnya selangkangan Lisna, sang mama. ”Lihat, Dimas. Mamamu suka. Dia pengen diginiin terus.” kata Rifa’i sambil menunjukkan wajah Lisna yang merem melek keenakan pada Dimas.

”Iya, Om. Terus. Dimas juga sayang mama.” kata bocah itu polos.

”Ahh, Dimas.” Lisna melenguh, sangat keberatan dengan apa yang terjadi, tapi tak kuasa untuk menghentikannya. Goyangan Rifa’i lama kelamaan menjadi semakin cepat, juga tak beraturan, membuat Lisna yang kepayahan mulai mengerang pilu. ”Ehss... mas! Ughhhh...” dia meremas payudaranya sendiri, dan memberikan putingnya yang merah merekah pada Rifa’i untuk diemut. Ini tanda kalau orgasme wanita cantik itu sudah semakin mendekat.

Rifa’i yang sudah hafal, sambil mengulum puting Lisna, menggerakkan pinggulnya semakin dalam. Saat dirasakannya cairan Lisna menyembur kencang, ia pun menarik keluar penisnya, tapi tidak sampai lepas, lalu menyorongkannya kembali kuat-kuat.

Crooot... crooott... Rifa’i ejakulasi! Sekitar sepuluh semprotan cairan kental meledak di lorong kemaluan Lisna, si janda cantik yang mirip Zaskia Adya Mecca. Penuh kepuasan, Rifa’i merebahkan diri di atas tubuh Lisna yang molek. Dia tidak berani mencabut penisnya, malu dilihat oleh Dimas.

”Om, itunya bocor.” teriak Dimas tiba-tiba, tangannya menunjuk kelamin Lisna dan Rifa’i yang masih bertaut.

Rifa’i mahfum, pasti spermanya ada yang merembes keluar. Biasanya begitu sih. Dengan enggan, terpaksa Rifa’i menarik keluar penisnya. Diperhatikannya lubang vagina Lisna yang kini sudah bonyok dan basah. Penis Rifa’i sendiri terlihat sudah agak lemas, menggantung pasrah diantara kedua paha laki-laki itu.

”Ih, Om jorok!” Dimas bergidik melihat rudal Rifa’i yang berleleran sperma dan masih menetes-netes.

Lisna cepat bangkit dan mencari pakaian di lemari, dapat sebuah daster kebesaran, tak apalah. Segera dikenakannya untuk menutupi tubuh sintalnya yang telanjang. Saat berbalik, didapatinya Rifa’i masih telanjang bulat. Penisnya sudah tegang lagi karena asyik dipermainkan oleh Dimas.

”Burung Om besar ya?” kata bocah itu.

”Punya Dimas nanti kalau sudah besar juga besar kok.” sahut Rifa’i.

Buru-buru Lisna mengambil putranya dan membawanya pergi ke kamar sebelah. ”Sekarang Dimas tidur ya,” katanya sebelum menutup pintu, matanya mendelik pada Rifa’i.

Rifa’i cuma tertawa saja menanggapinya.

***

Gerimis masih mengguyur sepanjang perjalanan pulang Rifa’i. Di pos kamling, para peronda sudah pada bubar. Suasana sepi dan dingin. Memang lebih enak menghabiskan waktu di rumah bersama istri daripada dikerubuti nyamuk di pos ronda. Rifa’i memasukkan motornya ke garasi dan mengunci pintu pagar depan. Setelah mengeringkan tubuhnya yang basah, ia menghampiri Zia dan berbaring di sebelahnya. Dikecupnya pipi perempuan yang sudah mendampinginya selama sebelas tahun itu. Zia sedikit membuka matanya, bergumam entah apa, dan kembali terlelap. Rifa’i ikut memejamkan mata. Kelelahan setelah bermain dua ronde dengan Lisna membuat dia terlelap tak lama kemudian.

***

Minggu berikutnya, hari Rabu pagi, Zia berdandan ekstra keren. Hari ini adalah peringatan sebelas tahun pernikahannya. Dia ingin memberikan kejutan pada Rifa’i. Dipakainya jilbab merah menyala biar matching dengan warna motornya. Juga ikat pinggang warna serupa. Sendal yang belum lama ia beli, tak ketinggalan dipakai. Zia hari ini ingin tampil sempurna di hadapan Rifa’i yang sudah sejak tadi berangkat ke kantor. Katanya ada rapat pagi-pagi. Ah, dasar Rifa’i.

Dengan perasaan meluap-luap, Zia menstarter motornya. Dia harus mampir ke toko kue dulu, mengambil kue tart besar yang sudah ia pesan dari kemarin. Baru setelah itu ia akan pergi ke kantor suaminya, mengejutkan Rifa’i dengan merayakan ultah pernikahan mereka disana. Tapi di tengah perjalanan, Zia tergerak untuk mampir sebentar ke sebuah pusat perbelanjaan terkenal. ”Aku lupa membelikan kado buat Rifa’i.” kata Zia pada dirinya sendiri.

Langkah wanita itu ringan memasuki mall yang luas dan megah itu. Dia bergerak cepat menuju area lelaki, mencari sebuah dasi biru tua yang sudah lama diidam-idamkan oleh Rifa’i. Setelah mendapatkannya, meski harganya cukup mahal, Zia melangkah pelan ke arah kasir. Saat itulah, pandangannya terpaku. Dikerjapkannya mata berkali-kali hingga maskara-nya belepotan. Tidak. ia tak salah lihat. Di depan sana...

Uh, kedua lutut Zia mulai gemetar, apalagi saat mendengar suara tawa laki-laki itu. Di benaknya terbayang percakapan seminggu yang lalu. Baru saja Zia merasa menjadi wanita yang paling bahagia, tapi kini...

Perempuan berjilbab merah itu merasa gemetar di lututnya menjadi semakin keras. Lalu perasaan dingin merayapi tubuh sintalnya. Perlahan pandangannya menggelap. Suara gedebuk keras pun terdengar saat tubuh Zia terjatuh, mengagetkan pasangan yang sedang berangkulan mesra di depan kasir. Lisna dan Rifa’i.

END

Cerita seks Babby Margaretha xxx



Baby Margaretha, model seksi tanah air, namanya kini semakin
terkenal, ia juga pernah muncul di film horror lokal Pocong Mandi Goyang
Pinggul bersama artis porno Sasha Grey. Muda, cantik, dan memilki tubuh
seksi yang menggoda. Pose-pose sensual Baby telah banyak menghiasi
majalah-majalah dewasa membuat setiap orang terutama pria menelan ludah
melihatnya. Meskipun Baby memiliki body yang aduhai dan senyuman yang
menggoda, Baby bukanlah orang yang sombong. Kadang tak segan ia menolong
orang yang ia temui atau mengucapkan "terima kasih" pada yang
membantunya, Untuk kasus yang terakhir, ada seorang pria beruntung yang
pernah menerima ungkapan terima kasih ‘spesial’ darinya

.

-----------------------------------------

Introduction



Alkisah
Parjo atau yang biasa dipanggil Jo, seorang pemuda yang sudah mendekati
kepala tiga umurnya, meninggalkan kampungnya untuk mengadu nasib di
Ibukota. Malang karena tak ada koneksi, bekerja serabutanlah ia mulai
dari menjadi kuli hingga tukang kebun. Namun Jo bukanlah orang yang
mudah menyerah, ia percaya bahwa semangat, mau belajar, dan jujur pasti
akan membawanya sukses (yang terakhir perasaan dah pada jarang deh ^^i).
Tidak sia-sia, berkat keuletannya, ia diminta salah seorang temannya
untuk bekerja di studio photo bos temannya di Jakarta. Yah... meskipun
kerjaannya juga tidak jauh-jauh dari fisik namun setidaknya gaji yang
dia peroleh lebih baik dan cukup untuk dia bagi dengan keluarganya di
kampung. Suatu pagi Jo sudah berangkat menuju studio tempat ia bekerja.
Pagi ini Pak Rudi, bosnya, meminta ia untuk membantu beliau menyeting
studio dan membersihkannya. Pak Rudi mengatakan bahwa nanti sore beliau
mau mengadakan pemotretan beberapa model hingga malam.

"Jooo....
bersihkan ruangannya segera, itu kabel kau gulung yang rapi, yang tak
kepake kau simpanlah di gudang sana. Setelah itu kau atur sofanya
seperti yang aku bilang tadi, ingat Jo.... hati-hati itu barang mahal,
terserah kau garap kapan, pkoknya nanti malam harus sudah siap!" teriak
bosnya.

"Siap Pak!" Jo menyahut.

"Kau sekarang ikut aku ke taman kau angkut peralatan di lemari nomor tiga. E itu rumput sudah kau rapikan kemarin?"

"Sudah Pak!" Jo menyahut.

"Bagus, sekarang cepat kau ambil perlatannya, setengah jam lagi mereka datang."

Yah
itulah bos si Parjo, yang memang agak galak, dan mau seba cepat. Hampir
tidak ada asisten yang betah bersamanya. Namun Parji dengan kesabaran
dan keuletannya mampu bertahan. Untunglah Pak Rudy bukanlah orang yang
pelit. Tak jarang, ketika beliau senang dengan pekerjaan Parjo, beliau
mengajak makan Parjo di restoran mewah, atau memberinya uang rokok
berlebih. Namun buah kesabaran dan kejujuran Parjo belumlah pada
puncaknya. Namun hari ini adalah permulaannya. Ya, pagi itu, studio
tersebut sangat ramai. Banyak proyek yang harus dikerjakan. Model-model
baik pria maupun wanita datang silih berganti. Hingga menjelang jam 9
malam ketika sesi pemotretan terakhir.Om Rudy... mav
Baby telat om. Agak Macet di jalan. Ngomong-ngomong tidak bisa besok ya
om??" tanya seorang wanita cantik dan seksi.

"Selamat malam baby.
Om tidak bisa, deadline sudah dua hari lagi, besok om ada jadwal lain,
dan masih harus mengedit hasilnya, ngomong-ngomong sendiri kau datang
kemari? Mana supir kau?" tanya Om Rudy.

"Pak Supri sedang pulang kampung anaknya sakit, besok siang baru pulang, makanya Baby minta besok om" jawab Baby.

"Siapakah
cewek itu?" Jo bertanya dalam hati, matanya melihat gadis itu dari
ujung kaki hingga ujung kepala. "bukan main sexynya" pikirnya.

Ya saat itu Baby Margaretha menggunakan rok dia atas lutut dengan tanktop dipadu dengan jaket jeans biru, so sexy.

"Parjooo.... sini kau bantu saya kerja!" tiba-tiba bosnya berteriak membuyarkan lamunannya.

Si...siap Pak..!"

Setelah sesi pemotretan tersebut usai, Baby Margaretha membereskan tasnya hendak pulang ke apartemennya.

"Baby, lebih baik kamu menginap di rumah om saja, nanti om bilang sama istri om, tidak baik pulang malam-malam" kata om Rudy.

"Tidak apa-apa om, Baby sudah biasa, Baby sudah tahu mana rute yang aman, om" jawabnya.

"Yakin kau tak mau menginap?"

"Iya om tidak apa-apa."

Akhirnya Baby memacu kendaraannya. (dering ringtone HP),

"Wah
hape Baby ketinggalan, kebetulan rumahnya dekat kos kau Jo, kau
antarkan ke sana ya, Rumahnya di Perumahan xxxxxx no xx kau tahu kan?"

"Tau
bos, kos saya tidak jauh dari situ" jawab Jo. Malam itu ia pun segera
memacu motor lamanya, untuk mempersingkat waktu, ia menerabas
jalan-jalan kampung.

-------------------------------

The Mistake



"Uh sial, kena paku lagi, mana malam-malam begini" keluh Baby Margaretha

Ban mobilnya tertusuk paku sangat dalam. Membuatnya harus terhenti.

"Duh coba gue tadi nginep aja" keluhnya.

Sebenarnya
Baby belumlah terlalu hapal rute yang aman, dia hanya melalui rute
singkat menghindari tol, sebab dia sering menyuruh supirnya pada siang
hari untuk melakukan itu supaya ia bisa cepat mencapai studio tempat ia
melakukan sesi foto atau ketika ia pulang agar cepat sampai. Celakanya,
menjelang tengah malam, kawasan itu biasanya rawan. sudah banyak
penodongan terjadi di sana. Ia kini menyesal mengapa ia tidak mengiyakan
tawaran om Rudy untuk menginap di rumahnya. Dalam kebingungan Baby
melihat-lihat apakah ada orang yang dapap dimintai pertolongan.
Tiba-tiba datanglah beberapa orang bertampang preman. Yang Pertama si
Gendut Bruno. Bruno sebetulnya tidaklah terlalu gendut. Perawakannya
tinggi besar. Satunya lagi si kurus Tomi. Kulitnya gelap dengan rambut
jarang-jarang. Mereka berdua termasuk preman di daerah tersebut. Tak
jarang mereka mencegat kendaraan yang lewat malam hari untuk sekedar
memalak korban-korban mereka. Melihat korban mereka kali ini adalah
seorang gadis muda cantik nan seksi, mereka mengubah pikiran mereka
untuk tak sekedar memalaknya.

"Hehehe... sayang ki, kalo cuman dipalak, dah lama gak liat awewe hot euy" kata si gendut.

"Ah ko bisa saja bro, benar, mending kita garap dia dulu hahaha...." timpal si kurus. Mereka pun mendekati Baby yang malang.

"Oh
my god, siapa mereka? Jangan-jangan...." Baby merasa tidak enak dalam
hati melihat kedatangan para pria bertampang tidak bersahabat itu.

"Hahaha.... Sendirian aje nih Neng Cantik?" sapa si gendut tiba-tiba membuat Baby kaget setengah mati.

"Aduh... gawat..." katanya dalam hati.

"Kenapa Neng? Ban bocor ya? Kasihan.... sini abang bantuin pompain bannya Neng hehehe..." timpal si kurus cekikikan.

"Eh... enggak bang makasih" kata Baby dengan senyum dipaksa walau mengetahui dirinya dalam bahaya.

"Ah Jangan gitu non, kita mau kok bantuin Non, asal..." kekeh si gendut sambil melirik si kurus.

"Asal non bantuin kita-kita juga hahaha...." tawa si kurus sambil dengan tiba-tiba ia memegang payudara Baby.

"Hei...jangan kurang ajar kalian!” bentak Baby Margaretha seraya menutupi dadanya dengan kedua tangannya.

"Uih.. kenyal cuy, kencang nian body nih cewek huahahaha..." sahut si kurus terkekeh.



Mereka pun kemudian melingkari Baby mengepungnya. Tiba-tiba "plak" tangan si gendut menampar dan memainkan pantat Baby

"TOLOOONNGG!!" teriak Baby dengan panik.

"Hahaha... teriak aja Non, nggak bakal ada yang ngedengerin, rumah orang-rang pada jauh dari sini" ejek si gendut.

"TOLOOONNGG....." Baby kembali berteriak sambil merangsek ke depan berusaha kabur.

Namun
si gendut yang sudah menduga gerakannya, segera menangkap dan membekap
mulutnya dari belakang sehingga Baby tidak dapat bergerak dan berteriak.

"Mmmpphh.... Mmpphh..." Baby kini hanya bisa menggumam.

"hihihi...ayo manis, kita main-main sebentar, nanti baru ban nya kita betulin!" tawa si kurus.

Belum
lama mereka merasa senang karena sebentar lagi akan segera menikmati
santapan lezatnya ini, tiba-tiba ada sebuah motor yang menabrak si kurus
dari belakang.

"Hwaduuhhh.....heh siapa itu!!" segera si gendut melepaskan bekapannya dan memburu si penabrak.

"EH SINI LOE ANJING!" makinya.

Namun
kali ini lawan si gendut betul-betul gesit. Dia bergerak kesana kemari
bagaikan kancil sehingga serangan si gendut hanya menyapu angin saja.
Tiba-tiba sebuah tendangan ke arah anunya si gendut melayang telak

"HWADOOOHHHH!!" si gendut meringis dan segera disusul sebuah pukulan ke arah dagu yang membuatnya pingsan.

Sementara
itu si kurus yang baru saja bangun dan terpincang segera akan mengambil
langkah seribu sebelum tiba-tiba kepalanya terbentur helm motor yang
diayunkan oleh Baby dan mereka berduapun pingsan.

"Wah non, bahaya
pulang malam sendirian, harusnya non tadi nginep aja non" kata si
penolong yang ternyata adalah si Parjo alias Jo.

"Joooo...." Kata Baby Margaretha sambil berlari dan memeluk Jo.

Merasakan
dekapan cewek cantik aduhai apalagi kini Baby juga menekankan
payudaranya pada Jo tentu bakalan membuat si otong lelaki manapun tegak
berdiri.

"Aduh iya non, aduh mav say jadi sulit napas non, aduh" kata Jo Jaim.

"Aih... makasih Jo kalau tidak kamu saya sudah..." kata Baby lagi.

"Udah non gak apa-apa, yang penting non selamat. Ada talii??" tanya Jo.

"Ada Jo tapi ban mobilku mogok" kata Baby.

"Nggak
apa-apa non, yang penting kita tali mereka dulu di pohon itu,
sebelumnya kita bugilin dulu mereka, baru aman saya menggantikan ban
mobil non" usul Jo.

Segera mereka berdua mengerjai kedua preman
tersebut. lalu Jo segera mengganti ban mobil Baby cepat-cepat sebelum
mereka sadar. Untuk berjaga-jaga Jo pun mengawal Baby Margaretha pulang
ke rumahnya.

------------------------------------

Rumah Baby



"Ya di sini Jo, terima kasih ya... ayo sini masuk dulu, Jo!" kata Baby manis.

Tak lama kemudian mereka telah sampai di rumah Baby dengan aman.

"Aduh
non makasih, udah malam gak enak sama tetangga, ini saya sebenarnya mo
nyusulin hapenya Non yang ketinggalan." kata Jo segera membuka tasnya
dan menyerahkan hp tersebut.

"Aduh Jo benar ini hape saya, aduh.... Jo Makasih ya, ya udah sebentar ya." Baby pun mengambil dompet di tasnya.

"Nggak
Non, gak usah, saya ikhlas kok benar, saya pikir hp ini kan barang
pentingnya non Baby, kalo sampai ilang, pasti non Baby bakalan
kesulitan." kata Jo tambah jaim.

Melihat ketulusan hati Jo, Baby
pun merasa kasihan padanya. Bahkan uang yang akan diberikannya bahkan
ditolak. Tiba-tiba muncullah sebuah ide nakal di pikirannya.

"Yah...
Jo ijinin baby berterima kasih dong.... Paling enggak masuk dulu dong,
sini Baby buatin minum ama sandwich yah? jangan nolak loh, kalo enggak
Baby nangis nih" rayunya.

"Duh jangan nangis non, jadi nggak tega Jo, iya deh non, Jo masuk, sebentar aja ya" katanya tak dapat mengelak.

Di
dalam merekapun duduk bersama di sofa ruang tengah menikmati sandwich
dan sirup dingin yang Baby buat. Namun tanpa sepengetahuan Parjo, Baby
telah memasukkan obat kuat ke dalam minumannya.

"Jadi asalmu dari kampung Jo?" tanya Baby.

"Iya
non, abis saya sumpek di kampung, gak ada kerjaan, daripada nganggur,
saya mencoba ngadu nasib di Jakarta, siapa tau berhasil, tapi ya gini
sih non, saya syukurin aja apa yang saya dapat sekarang." jawab Parjo.

"Udah berapa tahun kamu di Jakarta Jo?" tanya Baby.

"Sudah lima tahun lebih sih non." seraya menghitung dengan jarinya.

"Oh... la keluarga kamu gimana Jo? Apa kamu gak kangen?" tanya Baby lagi.



"Kangen
sih Non, paling saya pulang setahun sekali pas libur panjang. Kalaupun
saya bawa mereka ke Jakarta, kasihan Non, di sini apa-apa mahal dan
macet, takutnya gak pada betah Non." keluh Parjo.

"Wah hebat kamu
Jo, kamu orang yang baik ya. Jarang saya bertemu laki-laki sepertimu."
puji Baby dan memandang mata Jo dengan nakal. "Beruntung ya, cewek yang
dekat denganmu."

"Ah.. saya nggak punya pacar non, mana ada yang mau sama cowok jelek macam saya non." kata Jo malu-malu.

"Masak sih Jo, kamu cakep kok di dalam sana" rayu Baby

"Ah non Baby bisa saja" kata Jo tersipu malu.



Tiba-tiba
Baby Margaretha berpindah tempat duduk mendekati Jo. Kedua kaki
seksinya ia taruh di sofa seraya memandang Jo nakal. Pria mana yang
tidak bakalan tergoda yang melihat cewek seksi dengan celana jins super
pendek seolah seperti CD dan tanktop ketat yang menunjukkan lekuk tubuh
serta belahan dada seorang Baby Margaretha. Ditambah dengan tatapan
nakal Baby, membuat Jo agak klepek-klepek.

"Jo, Baby gak bohong kok, Jo cakep deh" rayu Baby lagi.

Kini Jo hanya terdiam, ada sedikit di celananya. Baby pun melanjutkan rayuannya

"Jo, mau gak Jo jadi pacar Baby malem ini aja? Paling gak, Baby beneran mau balas budi buat Jo. Mau yah Jo..."

Melihat
sikon yang mulai mengundang Jo pun sadar, dia sebenarnya juga tergoda
oleh rayuan Baby Margaretha. Bagaimanapun, Jo adalah seorang pria dan
tidak ada satupun pria waras yang tidak akan tergoda oleh body seksi
Baby Margaretha barang sedikitpun. Ia juga paham, dia sebetulnya
bukanlah pria yang betul-betul alim. Karena pergaulan juga, dia akhirnya
pernah merasakan surga dunia walaupun membayar. Kebetulan waktu menjadi
kuli, banyak teman-temannya berasal dari perantauan. Tak jarang bagi
mereka yang telah beristri merindukan kehangatan tersebut. Dan tak
jarang pula mereka mengajak Jo. Awalnya karena gengsi dan tidak ingin
dianggap cupu, dia mengikuti teman-temannya. Namun ia belakangan agak
ketagihan kala birahinya memuncak. Hanya saja pekerjaan yang sibuk dan
berat belakangan rupanya mampu mengontrol nafsu Jo. Namun ia masih ingat
kalau Baby adalah klien penting bosnya. Jo tidak mau perbuatannya nanti
menjadi masalah di kemudian hari. Dengan jaim dia berkata,

"Aduh Non, beneran Jo Ikhlas, aduh Non... mending jangan deh, Jo gak enak sama non dan pak Bos."

Baby pun tertawa mendengar Jo berkilah, ia berkata dalam hati, "Huh, jaim-jaim ngaceng juga kamu."

Baby pun kembali menggodanya "Jo, kalau kamu ikhlas, kenapa dedekmu nggak sih" seraya mengelus tonjolan di celana Jo.

Jo
pun kaget setengah mati, jantungnya hampir copot. Benar apa yang
dikatakan Baby, ternyata si otong nggak ikhlas. Di balik persembunyian
si otong seolah berteriak-teriak minta jatah untuk beraksi.



Melihat
Jo hanya terdiam, Baby pun kembali merangsang Jo. Kali ini tangan
kirinya merangkul Jo, buah dadanya yang montok dan berisi ia tempelkan
ke dada bidang Jo dari samping, sementara itu tangan kanannya masih
mengelus-elus tonjolan di celana Jo. Kali ini Jo sudah tidak dapat
menolak. Entah karena birahinya kembali memuncak tak terbendung atau
dengan pengaruh viagra yang tanpa sadar ia minum tadi, kini, Jo mulai
larut dalam permainan. Namun perasaan jaim masih tersisa di pikirannya,

"Non, bener saya tidak enak non sama non dan pak Bos, kalau ada yang tahu gawat non, bisa dipecat saya" rengek Jo.

"Ah
Jo.... santai aja kali, rumahku sedang sepi kok supirku sedang pulang
kampung dan pembatuku baru besok siang balik sini. Santai aja Jo kita
aman kok, gak ada yang ngintipin, asal...." rayu Baby lagi.

"Asal apa non?" tanya Jo.

"Asal
kamu gak nolak dan jangan bilang ini ke siapa-siapa yah, hanya untuk
kita berdua aja yah Jo." jawab Baby. Mendapat lampu hijau seperti itu,
Jo menjadi tidak ragu-ragu lagi.

"Siap non hehehe..." Jawab Jo bersemangat. "Idihh... tadi malu-malu jaim, sekarang nafsu nih ye" ledek baby dengan tertawa

Jo
tida membalas. Mereka hanya bertatapan kemudian Jo memulai inisiatif
dengan melumat bibir Baby Margaretha terlebih dahulu. Tangannya segera
meremas-remas payudara Baby dengan lembut. Beberapa menit bibir mereka
bertemu dan berpagutan. Lidah Jo dengan aktif menggelitik rongga mulut
Baby.

"Jo kamu udah pernah ya?" tanya Baby kemudian melepas ciuman mereka. "

Hhhh.... sudah non, dulu pas jadi kuli, tapi ya cuman jajan biasa non." jawab Jo sambil mengambil napas.

"Hmm... jadi beneran belum pernah ama pacar ya Jo?" tanya Baby lagi.

"Belum, emang kenapa?" tanya Jo.

"Gak
apa-apa, sini, baby contohin. Idih... jangan di monyongin dong Jo
hahaha..." Baby tertawa melihat ulah Jo. "Sini Jo deketin wajahmu"

Jo
pun mendekatkan wajahnya. Kali ini, giliran Baby Margaretha yang
melumat bibir Jo. Pertama, dipegangnya dagu Jo, kemudian
dikecup-kecupnya bibir Jo dengan lembut menghisapnya perlahan dan
pelan-pelan Baby memainkan lidahnya. Baby memainkannya dengan baik
seolah mengajak lidah Jo bergulat serta membuat bibir Jo hangat seolah
dipeluk membuat Jo bak di atas awan.



"Gitu Jo, sekarang giliranmu ayo!" ujar Baby, kini baby bahkan memosisikan duduknya sehingga ia kini dipangku oleh Jo.

Jo
pun melakukan apa yang dicontohkan oleh Baby. Dipandangya gadis molek
itu, kemudian dikecupnya lembut bibir Baby seolah memeluknya, kemudian,
ia teruskan dengan memainkan lidahnya perlahan seolah mengajak lidah
Baby berpagutan. Baby kemudian menaruh kedua tangan Jo di payudara dan
pahanya, kemudian ia meminta Jo untuk melakukannya lagi. Dengan lembut
tangan Jo membelai-belai payudara dan paha foto model seksi itu.
Kemudian ia selipkan tangannya dibalik tanktop ketat dan hotpants Baby,
mencari-cari putingnya di balik cup penutupnya kemudian memijitnya
lembut dan nakal. Gairah mereka berdua kini telah memuncak. Baby dan Jo
saling melepaskan baju mereka. Jo masih menyosor dengan ciuman-ciuman
nakalnya pada bibir Baby sementara kedua tangannya bergerilya
membelai-belai tubuh seksi Baby Margaretha. Baby kemudian mengajak Jo
masuk ke kamarnya. Ia kemudian mendorong tubuh Jo bersandar di
ranjangnya, kemudian Baby mengkecup-kecup puting Jo, memainkan dengan
lidahnya dan tangan lembutnya kini mengarah ke batang kejantanan Jo,
membelainya dan memijitnya dengan hangat. Baby sangatlah pintar
memainkan lidah nakalnya. Diputar-putar lidahnya mengelilingi puting Jo
dan digigit-gigitnya kecil seolah itu permen mint bagi Baby, sementara
tangannya membelai kejantanan jo dengan berirama. Permainan Baby pun
membuat Jo terangsang setengah mati. Ia pun juga tak mau kalah, kini ia
memilin-milin dan memijat puting Baby membuatnya mendesah tak keruan,
Kesempatan itu tak disia-siakan, Jo segera melumat payudara Baby yang
montok itu. Diciuminya dengan lembut dan menggigiti puting Baby membuat
Baby mendesah-desah. Tak lupa Joko kombinasikan dengan sapuan lidahnya
seperti yang dicontohkan oleh Baby tadi. Jo menaruh tangannya pada
vagina Baby, mencari-cari klitoris Baby dan memainkannya,

"Auw... pelan-pelan dong Jo, pelan, kayak kamu mijitin putingku tadi Jo" rayu Baby nakal.

Jo
pun menurutinya. Kini sambil memainkan puting Baby, Jo memijit-mijit
klitoris Baby dengan lembut membuat Baby mendesah-desah tak karuan dan
menggigit bibirnya. Sesekali Jo mencelupkan jari-jarinya ke dalam vagina
Baby, mengoreknya perlahan seolah tidak ingin kehilangan setiap jengkal
cairan madu dalam vagina Baby. Tiba-tiba ia menemukan suatu
tonjolan-tonjolan kasar dan menekannya.

"Aaahhhhh..... terus Jo, di situ teeerruuusss....." desah Baby mengeliat-geliat. Jo pun makin bersemangat melakukannya.



"Ohh....
ohhh,,, Jooo... Aku keluarr....." desah Baby mencapai orgasmenya
diiringi lendir kewanitaan yang mengalir deras dari vaginanya.

Jo
pun segera menyeruputnya dengan lahap. Lidah Jo seolah menyeka seluruh
belahan vagina baby tanpa menyisakan cairan lendir sedikitpun. Baby pun
mengambil nafas sementara Jo masih sibuk menyeka vaginanya.

"Jo sini dong tiduran sebelah Baby..." rayu Baby.

Jo pun menurut. Kini baby memposisikan dirinya di atas Jo sehingga lebih leluasa melihat penis pria itu.

"Jo
punyamu besar juga ya" kata Baby sambil sibuk membelai kejantanan Jo,
menjilatinya memutar, memainkan lubang kencing Jo dengan lidahnya yang
nakal, dan mengulum-kulum penis tersebut.

Dalam Hatinya surprise
juga Baby melihat penis Jo berukuran hampir sepusarnya dengan diameter 4
cm. Namun membayangkan ukuran penis yang akan menggarapnya mebuat Baby
makin bersemangat.

"Ohhh..... terussss Non... Ssspppp.... ohhhh.... enak non, terus" racau Jo tidak karuan.

Baby
pun kini menjepit penis Jo dengan payudaranya yang montok. Ia menaik
turunkan payudaranya. sembari mulutnya masih mengulum penis Jo.

"Ohhhhh.... " lenguh Jo panjang.

Tak urung isapan mulut seksi Baby ditambah jepitan Payudara Baby membuat kelabakan setengah mati. Pertahanan Jo akhirnya jebol,

"Uh... non... Jo mau keluar non, lepas dulu non!"

Namun Baby tidak memperdulikan ucapan Jo dan terus menghisap penisnya hingga akhirnya Jo ejakulasi dalam mulut Baby.

"Uhhh....
Ohh....." "crot...crot....crot..." lebih dari lima kali penis Jo
berkedut, namun Baby Margaretha masih belum melepaskan isapannya dari
penis Jo, seolah tidak ingin melewatkan setetespun sperma yang keluar
dari penis Jo. Cairan putih itu dilahapnya dengan rakus. Jo hanya bisa
mendesah keenakan

"Ahhh..... Non Babyy...."

Baby Maragaretha
pun menyelesaikan isapannya dengan sebuah kecupan kecil pada lubang
kencing Jo. Lalu ia menjulurkan lidah menunjukkan sisa sperma yang dia
tampung di mulutnya pada Jo, kemudian menelannya habis. Pemandangan
nakal itu membuat Jo takjub.



Baby Margaretha kemudian
meminta Jo untuk mengambilkan segelas air dingin dari lemari es di pojok
kamar. Ia lalu meneguk air minum tersebut.

"Uih... seger Jo..." kata Baby Manja.

"Non, apa gak jijik nelen peju? Emang rasanya enak ya Non" tanya Jo keheranan.

"Habis pejumu enak sih Jo" kata Baby terkikik. "gurih lagi" godanya.

"Eh apa iya non " kata Jo polos tidak percaya.

"Enggak segitunya kali Jo, tapi enak kok hahaha..." tawa baby.

Dalam
hati Baby berpikir ternyata sangar-sangar gini Jo culun dan
menyenangkannya, tidak seperti para pria yang pernah membookingnya yang
hanya sekedar menginginkan sex darinya. Baby berpikir andai Jo mau
menjadi budak seksnya pastilah asyik. Jo kini memulai inisatif,
dibelainya lembut tubuh Baby Maragaretha dan diciumnya dengan lembut.

"Tadi malu-malu kucing, sekarang nagih ya Jo?" goda Baby nakal.

Jo
hanya tersenyum dan kembali menggarap tubuh seksi Baby. Tak beberapa
lama, penis Jo kembali menegang dan kini ia pun siap. Ia memposisikan
dirinya di bawah dan Baby di atas. Baby pun tanggap dan segera
membimbing penis Jo masuk ke dalam liang vaginanya. Perlahan-lahan Baby
menurunkan pinggulnya, namun penis Jo memang besar. belum sampai
tertelan semua, Baby merasakan sesuatu menyeruak di pintu rahimnya.
Ternyata penis Jo Mentok di vaginanya.

"Uuuhh...gedenya, memek gua ampe penuh" gumam Baby dalam hati.

Baby
mendiamkan dulu vaginanya menancap mencoba beradaptasi dengan penis Jo.
Tak lama kemudian ia baru mulai menggoyangkan pinggulnya perlahan.
Perlahan pula rasa perih dan sesak di vaginanya berkurang dan mulai
tergantikan rasa nikmat. Baby menaik turunkan pinggulnya dipadu dengan
gerakan maju mundur dan memutar. Terkadang Parjo menggodanya dengan
mengangkat pinggulnya supaya penisnya masuk lebih dalam.

"Ahhh..... Ohhhh..... SSss... JJoooo..... Enak, Jo" ceracau Baby Margaretha.

Baby
tambah mendesah-desah ketika tangan Parjo dengan usil menggerayangi
payudaranya. Memijit-mijit puting dan membelai kedua buah dada dengan
lembut.

"Iisseeeppp Jooo.... Ahhh.... Sshhh...." desah Baby meminta Parjo menghisap payudaranya.



Parjopun
kini duduk memangku Baby dan menariknya mendekat padanya supaya ia
dapat menyusu pada payudara montok itu. Baby pun melanjutkan genjotannya
naik turun. 10 menit kemudian Parjo meminta Baby nungging namun ia
tidak langsung memasukkan penisnya. Ia gerayangi payudara Baby dan ia
tusuk-tusuk vaginanya dengan kedua jarinya membuat Baby tak tahan,

"Engghh.... Jo masukinnn...." pintanya lirih

Maka
dengan satu sentakan medadak Parjo menusukkan penisnya pada liang
vagina Baby. Membuat tubuh Baby melengkung ke atas disertai lenguhan
nikmat. Kesempatan itu tak disia-siakan Parjo. Kepalanya meyusup
melewati bawah ketiak Baby dan menyusu pada payudara Baby. Parjo sungguh
membuat Baby kewalahan, penis Parjo menusuk dengan berirama. Sebentar
lambat lalu tiba-tiba disusul dengan tusukan cepat penis Parjo hingga
mentok ke mencapai pintu rahim Baby. Ditambah dengan isapan-isapan nakal
pada puting payudara Baby sesekali disertai gigitan lembut. Serangan
bertubi-tubi Parjo membuat Baby kewalahan. Tak berselang lama Baby
melenguh panjang. Mulut seksinya membentuk huruf O dan punggungnya
melenting ke belakang menandakan oragasmenya telah datang. Cairan cinta
Baby mengalir deras dari sela-sela liang vaginanya. Namun Parjo tidak
menghentikan tusukan-tusukan penisnya pada vagina Baby sehingga
orgasmenya datang bergelombang. Hal ini tentu membuat Baby melenguh
panjang. Bibir parjo kini berpindah dari payudara Baby menuju bibirnya,
Mereka berciuman dengan penuh gairah. Kini Parjo membuat Baby tiduran
terlentang. Membuat Parjo lebih mudah melancarkan serangan-serangannya.
Ia langsung menaikan kecepatan. Baik tangan kanan dan kiri tak luput
membelai dan meremas-remas payudara seksi Baby. Bibir Parjo juga
bergerilya dari satu puting ke bibir seksi Baby. Baby segera memperoleh
orgasme kedua. Tubuhnya melenting ke atas namun tertahan oleh tindihan
Parjo. Sementara itu kedua tangan Parjo meremas kedua payudaranya dan
keduanya saling berciuman. Rupanya Baby menikmati kondisi dimana Baby
seolah sedang diperkosa Parjo. Ia memeluk Parjo dan ia kaitkan kedua
kakinya pada pinggul Parjo. Baby sekali lagi mendapatkan multi orgasme.
Kali ini Parjo makin mempercepat tusukannya. Baby kelabakan menerima
gempuran itu hingga akhirnya ia mendapatkan orgasme keempatnya.

"Hekh....heh.... Non. Jo mau keluar non, Jo keluarin di luar ya non" kata Parjo takut membuat Baby hamil.

Namun
Baby justru mengaitkan lagi kakinya pada pinggul Parjo dan memeluknya
serta menciumnya dengan ganas. Membuat tekanan pada penis Parjo
berlipat. Penis Parjo seolah dipijit-pijit dari segala arah plus telah
mentok pada mulut rahim Baby seolah penis Parjo sedang menciumi pintu
rahimnya. Membuat Parjo segera menyemburkan spermanya dengan deras pada
rahim Baby.

"Crott....Crroott....Crroott..." penis Parjo berkedut-kedut mengeluarkan isinya mengisi rahim Baby.

Setelah melalui gelombang orgasmenya, Parjo pun ambruk menindih Baby. Penisnya masih menancap pada liang vagina Baby.



"Hhh.... Non, gak papa di dalem? Kalo non hamil gimana?" tanya Parjo resah.

"Kalo gue hamil, Jo tanggung jawab yah" goda Baby nakal.

"ehh...kok?" Parjo panik.

"Hahaha....
gak apa-apa Jo, baby selalu minum pil anti hamil kok, santai aja.
Lagian lebih enak kalo dilepasin di dalem Jo, lebih dalem sensasinya"
jelas Baby.

“Fuhh….” Jo pun menarik napas lega karena Baby hanya bercanda.

Kini
mereka berdua bangkit dari ranjang, Baby segera menarik lengan Jo
menuju kamar mandi. Kamar Mandi Baby tidaklah terlalu besar, namun ada
bathub dan shower di dalamnya. Di dalam kamar mandi, Baby dan Parjo
saling semprot dengan shower. Hampir seluruh tubuh Baby Parjo semprot,
apalagi vagina Baby yang merah dan ditumbuhi sedikit bulu-bulu halus
membuatnya kegelian.

“Hahaha…. Geli Jo…. Geli….” tawa Baby manja.

Kini
giliran Baby mengerjai Parjo. Disemprotnya Parjo dan kembali penis
Parjo ia jepit di antara payudaranya dan hisap-hisap hingga tegang
kembali. Kali ini Parjo tidak mau kecolongan. Parjo menyandarkan tangan
Baby pada bathub dan memegang pantat Baby mengepaskan dengan penisnya.
Tiba-tiba, “blush…” penis Parjo menusuk masuk liang kenikmatan Baby,
membuat Baby melenguh nikmat dan tubuhnya terlenting seksi ke belakang.
Tangan Parjo pun memegang bongkahan pantat Baby.

“Ssshhh…. Jo, tampar pantatku Jo…” erang Baby nikmat.

“Plak….plak…plak….” tamparan pun mendarat di pantat Baby membuatnya memerah.

“Ssshhh…. Enak Jo, saya mau keluar” erang Baby menahan nikmat.

Parjo pun menaikkan kecepatan tusukannya. Kedua tangannya kini meremas-remas payudara Baby.

“Ohhh…..”
“Crrrr….crrr…” Mulut Baby membentuk huruf O yang seksi. Tubuh Baby
melenting ke belakang. Lututnya bergetar tak mampu menahan berat
tubuhnya. Baby terjatuh pelan bertumpu pada lututnya. Sementara Parjo
masih mendiamkan Baby menikmati orgasmenya dan menyangga tubuh Baby agar
tidak terlepas.



“Jo, capek berdiri terus nih” keluh Baby manja.

Maka
gantian lah Jo duduk di bathub dan memangku Baby yang sedang berusaha
memasukkan penis Parjo ke dalam liang kenikmatannya. “Bleeeshh….”
“Heghh….” Baby melenguh, merasakan penis Parjo menembus ruang terdalam
liang kenikmatannya dan seolah mencumbu pintu rahimnya seolah membuat
vaginanya meleleh nikmat. Jo pun berdiri dan menggendong tubuh Baby. Jo
mulai melanjutkan persetubuhan yang hot itu. Dia menyandarkan tubuh Baby
pada tembok, menusuknya dengan kencang, dan sesekali menciuminya.
Sementara Baby mengaitkan kakinya dengan erat dan memeluk Jo kencang
supaya tak jatuh. Posisi ini membuat tusukan-tusukan Jo semakin dalam.
Baby pun mengerang keenakan, membuat Jo bersemangat. Tak berselang lama,
tubuh Baby melenting mendapatkan orgasmenya. Jo yang pada posisi itu
merasakan penisnya bagaikan di giling-giling nikmat oleh vagina Baby pun
tak kuasa menahan gejolaknya lagi. Dengan sekali sentakan, penis Jo
kembali mencium pintu rahim Baby Margaretha dan mengalirkan sperma
hangatnya ke dalam rahim Baby, mengisinya penuh, seolah Jo ingin Baby
mengandung anaknya. Mereka berduapun berciuman mesra, bibir dan lidah
saling mengait, seolah tak ada hari esok. Jo pun duduk kembali pada
bathub. Kali ini giliran lutunya yang bergetar. Sementara Baby sibuk
membersihkan penis Jo dengan hisapan mautnya seolah tak ingin ada sperma
yang tertinggal. Setelah itu merekapun mandi bersama, saling membasuh
dan menyabuni satu sama lain. Tentunya Jo tak melewatkan kesempatan
untuk kembali meremas-remas payudara Baby yang seksi.

____________________________

End of Night



Usai
mandi, Baby meminjamkan kimono dan handuknya pada Parjo. Sementara Baby
membalut tubuh seksinya dengan handuk ungu. Berjalan menuju lemari es
dan menungging untuk mengambil botol air mineral. Mengarahkan pantat
seksinya pada Jo, seolah kembali mengundang untuk bermain.



Melihat pemandangan yang begitu menggoda, Jo kembali mendekati Baby dari belakang dan memeluknya hangat.

“Ei...ei.. Jo… udah dulu dong, Baby mo istirahat dulu, kamu udah tiga kali keluar lo Jo” kata Baby Margaretha sewot.

“Hehehe…
tanggung non, biasanya kalo udah tiga juga Jo lemes. Cuman entah kenapa
ini otong “naek” lagi, udah deh non, nurut aja yah” Kata Jo terkekeh.

“Gawat,
gue lupa, tadi udah masukin viagra ke minuman Jo” gumam baby lirih.
Namun apa daya, serbuan Jo juga kembali membangkitkan gairah Baby
Margaretha. Tubuhnya haus akan belaian lelaki. Beberapa hari ini memang
para bos-bos dan eksekutif yang membookingnya belum memanggilnya lagi
karena sedang sibuk, maklum akhir tahun, masa tutup buku, sedang
sibuk-sibuknya, sehingga ia tidak merasakan seks yang penuh gairah sejak
itu. Baby pun menyambut ajakan Jo, dan kembali mereka keduanya memadu
kasih hingga pagi menjelang.

Cerita Seks - Mbak Rini Iparku Yang Montok Dan Sensual



Kisah ini berawal sewaktu aku masih kuliah di Kota
M, sekitar 8 tahun lalu, dan sekarang umurku sudah
29 tahun dan masih membujang. Kisah ini adalah
benar-benar nyata dan bukan fiktif. Semua nama
dalam kisah ini adalah nama samaran. Setelah menamatkan SMA di kota kelahiranku, aku
(Erick) melanjutkan pendidikanku di salah satu PT
negeri di Kota M. Awalnya aku tinggal sendiri (kost)
disuatu tempat yang agak jauh dari kampus tempat
aku kuliah, karena hanya ditempat itu aku
mendapatkan rumah kost yang relatif lebih murah dari tempat yang lain. Setelah kuliah selama hampir
setahun, aku berlibur kembali ke kota kelahiranku.
Selama liburan tersebut, aku dikenalkan oleh
keluargaku dengan salah seorang saudara sepupuku
yang ternyata juga tinggal di Kota M tempat aku
kuliah. Namun karena tidak saling kenal baik, walaupun masih saudara dekat, kami saling tidak
mengetahui kalau kami berada satu kota selama ini.
Saudara sepupu ini, sebut saja Kak Rini, sebelum
menikah dengan Mas Tanto, lahir dan besar di kota
Jakarta bersama orang tuanya, keluarga Tante Ade. Selama 2 tahun pernikahannya dan menetap di kota
M, Kak Rini belum dikaruniai anak, mungkin
disebabkan karena kesibukan mereka berdua, Kak
Rini yang seorang karyawan bank swasta, dan Mas
Tanto yang seorang dosen. Saat perkenalan itu, Rini
telah berusia 26 tahun, 5 tahun lebih tua dariku dan Mas Tanto berusia 34 Tahun. Keberadaan Kak Rini di kota kelahiranku dalam
rangka mengunjungi kakek dan neneknya, yang juga
masih saudara dengan nenekku. Selama liburan
kami, aku lebih banyak menemani Rini keliling kota
dan antar jemput mengunjungi keluarga yang lain,
Mas Tanto tidak datang menemani berlibur. "Dik Erick rencana balik ke Kota M, kapan?"
Tanya Kak Rini sewaktu aku mengantarnya pulang
kerumah neneknya, dari belakang sadel boncengan
motor milik kakakku.
"Mungkin seminggu lagi."
Jawabku sambil mencoba merasakan sentuhan payudaranya dipunggungku.
Perlu pembaca ketahui, dengan tinggi sekitar 168 cm
dan berat ideal, ukuran dada 36A dengan wajah
cantik dan manis dan kulit putih mulus yang
ditumbuhi bulu-bulu halus sensasional, membuat aku
tidak merasa bosan dan capek menemani Kak Rini keliling kota dan mengantarnya menemani kemana
saja dia pergi.
"Kalau begitu, pulangnya dengan saya saja, ya?!"
Katanya seperti berbisik ditelingaku karena
derasnya angin karena laju kendaraan.
"Terserah kakak aja deh.. " kataku menyepakati 'perjanjian' itu. Seminggu setelah itu, kami pun berangkat pulang
bersama naik kapal laut ke Kota M selama satu hari
satu malam perjalanan. Rencananya, setiba di Kota
M, aku akan diperkenalkan ke suaminya dan sekalian
mengajak aku tinggal bersama mereka (selama ini
mereka hanya tinggal berdua di kompleks perumahan), karena rumah mereka masih cukup
besar untuk ditempati hanya berdua saja. Singkat cerita, aku pun diperkenalkan ke Mas Tanto
yang mau menerimaku dengan senang hati dan aku
pun mengemasi semua barangku dari tempat kostku
ke rumah mereka. Dan disinilah awalnya cerita
petualangan seksku dengan Kak Rini. Sebagai wanita cantik dan menarik, aku pikir semua
lelaki akan terpesona oleh daya tarik sensual
saudara sepupuku ini. Akupun merasakannya sejak
pertama kenalan, menemaninya selama liburan
berkeliling kota, dan terlebih selama perjalanan
dengan kapal laut kembali ke Kota M. Masih teringat waktu pertama kali berjabatan tangan, dengan
senyum manisnya dia memperkenalkan diri.
Wajahnya mirip dengan salah satu penyiar acara
kriminal di SCTV. Aku merasakan sentuhan lembut
jemarinya waktu aku memegang tangannya,
sentuhan sensasional di kulitku ketika bersentuhan dengan tangannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus,
aroma tubuh dan rambutnya waktu berjalan
berdampingan, juga hembusan nafasnya kalau
berbicara padaku yang kadang-kadang terlalu dekat
dengan wajahku.. pokoknya semua sensasi yang
dimilikinya membuat aku berdebar dan membuat aku konak. Aku tak tahu (pada waktu itu) apakah hal
itu disengaja atau tidak (setelah beberapa tahun aku
tahu ternyata itu dia sengaja untuk memancing
responku menurut pengakuannya!), yang jelas
selama liburan, aku belum berani menunjukkan
reaksiku. Nanti setelah kejadian di atas kapal laut yang membawa kami ke Kota M, baru aku berani
menunjukkan 'keberanianku' pada Kak Rini, walau
dengan jantung dag dig dug.. Diatas kapal laut yang sesak karena penumpang
yang banyak, kami mendapatkan tempat yang
lumayan 'strategis', walaupun itu bukan tempat yang
telah kami bayar untuk perjalanan kami. Bersama
dengan beberapa penumpang lain (yang agak lanjut
usia dengan kebanyakan wanita), kami menempati sebuah sudut ruang kapal yang agak panas, hal itu
membuat kami kegerahan. Menjelang tidur malam,
Rini dengan memakai kemeja yang didalamnya
dilapisi kaos oblong tanpa lengan dengan celana
jeans, terlihat mulai mengatur tempat untuk tidur
disudut merapat kedinding ruang, sedangkan aku dengan kaos oblong juga dan celana pendek selutut
berada diantara Kak Rini dengan penumpang lain.
Sebelum tidur, Kak Rini membaca sebuah majalah
dan aku mengisi TTS. setelah membaca majalah, Kak
Rini sudah tak tahan lagi kantuknya dan tertidur,
sedangkan aku melanjutkan mengisi TTS dan membaca majalah. Tak lama sesudahnya, lampu di ruangan itu
dipadamkan, mungkin karena penumpang lainpun
sudah ingin memjamkan mata, walaupun masih ada
lampu yang menyala di tengah ruangan tapi tidak
cukup untuk menerangi tempat aku membaca
majalah, akupun bersandar sambil duduk berusaha untuk tidur. Tapi karena udara yang agak panas dan
menggerahkan, mataku susah terpejam. Kak Rini pun
bangun dan melepas kemejanya (tinggal kaos
oblong) dan kemejanya itu dipakai untuk
menyelimuti badannya sambil tidur. Sewaktu Kak
Rini melepas kemejanya, dengan jarak sekitar 15 cm dari hidungku, aku bisa merasakan aroma tubuhnya
yang terpancar dari ketiaknya sewaktu lengannya
bergerak melepas kemejanya. Aroma itu campuran aroma keringat dan sisa
parfumnya, dan itu membuatku benar-benar
melayang.. membayangkan aroma tubuh yang
sensasional seperti itu. Dan diketiaknya yang putih,
aku sempat melihat secara samar rambut halus
hitam yang semakin membuatku ingin merasakan langsung aroma ketiaknya. Hmm.. tak sadar aku
memperbaiki posisi 'junior' di celana pendekku, dan
hal itu terlihat oleh Kak Rini.
"Belum tidur, rick?"
Tanyanya berbisik sebelum berbaring di sampingku.
"Belum nih, duluan aja!" Jawabku sambil menatap matanya. Rinipun akhirnya berbaring dengan memiringkan
badannya ke arahku, sehingga kepalanya dengan
pahaku hanya berjarak sekian centi. Akupun terus
berusaha tidur sambil duduk karena mataku belum
mau terpejam. Hembusan nafasnya terasa
menggelitik paha kiriku bagian luar, dan mungkin saja Rini tahu kalau penisku lagi tegang karena
celana pendekku di sekitar penisku agak menonjol
berdiri. Setelah capek duduk dan mataku terasa
muali berat dengan angin laut yang mulai bertiup
sepoi-sepoi, akupun berbaring di sisi Kak Rini. Saat
aku mengambil posisi baring, Rini memberiku sedikit ruang sambil mengangkat lengan kanannya, dan
lagi-lagi tercium aroma tubuh yang makin
membuatku tegang. Walaupun aku masih berbaring
terlentang dan Rini sedikit condong ke arahku, aku
bisa merasakan bahwa kepalaku tepat berada di
bawah ketiaknya karena aku merasakan lengan Kak Rini ada diatas kepalaku. Kantukku pun hilang karena 'posisi' yang
menguntungkan ini, aku sisa mengarahkan mukaku
ke arah Rini dan ketiaknya sudah pasti ada di
mukaku. Aku coba untuk diam, namun rangsangan
yang timbul dari aroma tubuh Kak Rini yang perlahan
mulai tercium membuat aku gelisah. Lama setelah itu, sewaktu aku merasakan nafas Rini yang
beraturan menerpa wajahku, baru aku perlahan-
lahan mengarahkan wajahku ke bawah ketiaknya
dan..
Hmm aroma itu benar-benar membuat aku makin tak
beraturan untuk bernafas, antara rasa senang, takut Kak Rini marah dan rangsangan yang terus membuat
jantungku berdebar. Dengan jarak cuman sekita 3-4
cm antara hidungku dan ketiak putih itu, Kak Rini
pasti bisa merasakan kegelisahanku, tapi mungkin
dia sudah nyenyak sampai tidak merasakan
hembusan nafas dan sentuhan ujung lidahku diketiaknya. Rasa kecut karena ketiak yang sedikit
berkeringat itu tidak kuhiraukan, malah aku semakin
terangsang dan kadang mendesah tertahan sambil
memegang penisku yang makin keras. Ketika aku sudah tak tahan lagi, dengan jantung
berdegup kencang, perlahan aku mengambil jaket
tebalku untuk menutupi celanaku yang semakin
menonjol karena desakan penisku (+15 cm) sambil
memiringkan badan ke arah Kak Rini sehingga
penisku merapat di paha Kak Rini yang berbalut jeans dengan hidungku dan bibirku yang telah
menempel di ketiaknya. Aku mencoba menahan
nafasku yang memburu sambil melanjutkan jilatanku
yang makin berani ke arah pangkal payudaranya.
Semua itu aku lakukan dengan sangat hati-hati, takut
membangunkan Kak Rini dan dia nampaknya masih seperti semula dengan nafas yang masih beraturan. Dengan perlahan aku membuka kancing tarik
celanaku, meyampingkan CD ku lalu kutarik penis
yang sudah sangat tegang keluar. Meski hanya
kepala penis dan sebagian batangnya yang bisa
keluar dari celanaku, aku elus-eluskan di paha Kak
Rini sampai aku merasa ada cairan bening keluar (bukan sperma yang kental) dan menempel di celana
jeansnya. Mungkin aku akan terus menggesek-
gesekkan kepala penisku sampai aku ejakulasi,
kalau saja Kak Rini tidak bergerak sedikit menjauh
dari tubuhku. Kejadian itu berakhir sampai disitu, dan sewaktu
bangun, Kak Rini tidak bicara soal tersebut, cuma ada
sedikit ada rasa canggung diantara kami, sampai
kami turun dari kapal dan tiba di rumah. Sejak tinggal bersama Kak Rini dan suaminya, aku
mencoba untuk menjadi adik yang baik, aku coba
membuang semua pikiran jorok di kepalaku tentang
Kak Rini dan mencoba menghindari Kak Rini dengan
banyak beraktivitas di kampus atau di luar rumah.
Sampai suatu saat, Mas Tanto mengambil Tugas Belajar ke Filipina selama 1 tahun. Empat bulan setelah tinggal di rumah Kak Rini, Mas
Tanto berencana akan berangkat ke Filipina, dan
selama itu aku mencoba menjaga jarak dengan Kak
Rini walaupun dia tetap baik dan ramah kepadaku.
Kalau tidak ada kegiatan di kampus atau ditempat
lain, aku banyak berkurung diri di kamar, dan kamipun bertiga cukup sibuk dengan urusan masing-
masing, sehingga hanya waktu-waktu tertentu saja
(Sabtu/Minggu) baru ketemu atau kumpul bersama.
Usahaku untuk menghindari berdekatan dengan Kak
Rini adalah untuk membantu menghilangkan pesona
sensualitasnya yang sering aku rasakan kalau berada dekatnya. Dan hal ini juga didukung karena
Kak Rini sering berangkat pagi dan pulang kerja sore
(aku biasanya yang paling akhir meninggalkan
rumah) dan paling lambat tiba di rumah. Satu-satunya yang paling sering menggodakau
adalah pakaian-pakain kotor(terutama pakaian
dalam Kak Rina) yang baru habis dipakainya, yang
ditumpuk dalam keranjang pakaian didekat kamar
mandi. Sering kali saat bangun pagi jam 08. 00 (kuliah
agak siang) aku 'memeriksa' pakaian-pakaian tersebut (saat mereka telah berangkat kerja). Aku
sering mendapati pakaian kerjanya yang kemarin
dan pakaian tidurnya semalam masih menyisakan
aroma tubuh dan parfumnya, terlebih lagi celana
dalamnya menyisakan cairan vaginanya yang harum
(belakangan aku tahu vaginanya memang harum saat aku mengoralnya) dan sering aku ciumin dan
jilati sambil beronani. Karena fantasi tersebut akan
sampai sering menumpahkan spermaku di celana
dalamnya atau pakaian kerjanya (tiap Sabtu baru di
cuci), dan sewaktu pertama kali memuncratkan
spermaku di CD nya.. aku takut Kak Rina tahu dan memarahiku. Tapi sewaktu dia mencucinya pada hari
Sabtu.. dia sepertinya tidak tahu atau pura-pura tidak
tahu kalau spermaku sudah bercampur dengan sisa-
sisa cairan vaginanya (kadang cairan vaginanya
masih basah). Dan setelah Mas Tanto memberi tahu
rencananya untuk ke Filipina dan menyuruhku untuk menjaga Kak Rina dan rumah aku semakin.. akhh..
berdebar-debar. Inilah awal yang menjadikan aku
tahu kalau Kak Rina ternyata memiliki hasrat dan
gairah seks yang tinggi serta mengajariku fantasi-
fantasi bercinta. Hubungan kami ini telah
berlangsung sampai 8 tahun dan kami sepertinya orang yang masih pacaran walaupun dia telah
bersuami. Dan satu hal lagi, adalah kesukaanku mengintip
aktivitas Kak Rini bila berada dirumah. Kalau malam
hari saat tidur dengan suaminya, aku sering
mendengar erangan-erangan bercinta mereka.
Bahkan aku pernah onani didepan kamarnya yang
aku buka sedikit pintunya dan aku melihat Kak Rini lagi tidur dikamarnya dengan pakaian tipis dan seksi
(saat itu suaminya belum pulang dari kantornya). Dan
berapa kali kejadian-kejadian tak terduga yang
membuat aku sakit kepala bila membayangkannya..
karena ingin segera merasakan bercinta dengan Kak
Rini. Tiba saatnya Mas Tanto berangkat ke Filipina, aku
dan Kak Rini mengantarnya ke bandara dan Kak Rini
langsung berangkat ke kantornya, sedangkan aku
balik ke rumah karena hari itu aku tidak ada
perkuliahan atau kegiatan lainnya di luar rumah.
Setiba dirumah, aku langsung memeriksa keranjang tempat pakaian kotor Kak Rini. Disitu aku mendapati
beberapa potong celana dalam dan BH Kak Rini dan
daster yang dipakainya semalam. Seperti biasa, aku
mulai menciumi CD Kak Rini yang meninggalkan
sedikit cairan vaginanya sambil mulai
membayangkan aku menciumi vagina Kak Rini sambil mulai beronani. Aku buka semua pakaianku
dan memakai CD Kak Rini yang lain sambil meremas-
remas penisku di dalam CD Kak Rini.
Ketika asyik beronani, tiba-tiba telepon berdering,
ternyata dari Kak Rini yang menanyakan apakah aku
telah tiba dirumah atau belum. Aku berusaha untuk
mengajak Kak Rini bicara lama di telepon sambil
terus meremas penisku dan membayangkan sedang
bercinta dengannya. Suaraku kedengaran parau karena rangsangan yang timbul dan aku berusaha
mengajak bercanda Kak Rini:
"Jam berapa baliknya nanti Kak Rin?" Tanyaku,
"Seperti biasalah, kenapa emang?! kangen ya sama
aku?" Balasnya bercanda,
"Nggak kok, cuman mau menjalankan tugas dengan baik, menjaga dan mengantar jemput kakak!"
Jawabku dengan suara gugup karena aku semakin
terangsang mendengar suara lembut Kak Rini..
"Kamu kenapa? kok suaramu parau begitu?!"
Aku cuma menjawab, "Masih ngantuk nih, habis
bangun pagi-pagi ngantarin Mas Tanto!" Jawabku bohong dan..
"Akhh.. "
Aku mencapai klimaks
"Udahan dong, aku mau tidur lagi.. nanti aja aku
jemput!" kataku kelelahan karena karena spermaku
telah terumpah di CD Kak Rini.. "Ya deh, aku tunggu.. awas kalau nggak jemput!"
Katanya mengakhiri pembicaraan kami. Aku pun
menyimpan kembali CD Kak Rini di keranjang dan aku
benar-benar puas onani kali ini karena baru kali ini
aku onani disertai dengan mengobrol dengan Kak
Rini walaupun hanya ditelepon. Setelah kejadian itu, selama dua minggu pertama
keberangkatan suaminya ke luar negeri tidak ada
kejadian istimewa yang terjadi. Aku hanya sesekali
onani, karena aku sering berada di luar rumah (kalau
sore atau malam baru balik ke rumah) dan
mengantar jemput Kak Rini kalau aku tidak ada kegiatan. Setelah mengantar atau menjemput Kak
Rini, aku biasanya melanjutkan kegiatanku di
kampus atau di luar rumah, dan kalau balik kerumah
aku sering mendapati Kak Rini telah tidur di dalam
kamarnya sehingga kami tidak sempat ngobrol. Sampai pada suatu malam, ketika aku pulang dari
kegiatan dengan teman-teman kampusku selama
tiga hari (praktis aku tidak bisa menemani dan
bertemu Kak Rani) di luar kota. Setelah menyimpan
motor di garasi samping rumah, aku lihat lampu
ruang tengah masih menyala dan Kak Rini menonton acara TV sambil tiduran di sofa. Rasa kangen makin
menjadi-jadi setelah tiga hari tak bertemu dan
melihat Kak Rini mengenakan dasternya yang
menurutku sangat seksi. Dasternya berwarna kuning
tua (serasi dengan kulitnya yang mulus) dengan
lengan yang agak pendek dengan lubang lengan yang agak besar sehingga aku bisa melihat tali BH
nya yang berwarna putih dari ketiaknya. Aku memeluk ringan (sudah biasa) dan kali ini aku
sedikit nakal dengan memberi ciuman tipis di
telinganya (aku belum berani sun bibir).
"Baik-baik aja kan kak?!" sapaku sambil merapat ke
tubuhnya sambil memegang bahunya.
"Iya nih.. cuman agak kesepian sendiri!" Jawabnya sambil tersenyum manis.
"Kan Mas Tanto baru dua minggu lebih perginya..?!!"
Kataku menggoda
"Ihh.. kamu bisa aja.. awas ya aku laporin ke
Mas..kalau kamu nggak jagain aku selama tiga hari!!"
Jawabnya sambil mengancam dan mencubit pinggangku..
"Kan cuman tiga hari.. tapi nggak lagi kok.. sudah
selesai kegiatannya" kataku mencoba menetralisir
suasana yang sudah mulai membuat aku ngeres.
"Ok deh.. tapi mandi sana, bau tuh..!!" katanya
mengejek aku. Aku pun mandi dan mengisi perut yang sudah dari
tadi minta diisi. Sambil makan, aku membayangkan
bagaimana rasanya kalau aku bercinta dengannya
malam ini. Membayangkan itu, aku makin tambah
gelisah dan aku cepat-cepat menghabiskan
makananku dan menemani Kak Rini menonton acara TV. Dengan memakai kaos oblong dan celana karet
pendek, aku menemani Kak Rini menonton sambil
duduk dikarpet dan bersandar di sofa tepat
disamping Kak Rini. Sambil menonton, kami bercerita
apa saja, dan tak lama kemudian, Ka Rini berdiri dan
berjalan ke kamar mandi ingin buang air. Sewaktu melewatiku, dasternya tampak transparan walaupun
sekilas, dan aku sempat juga mencium aroma
tubuhnya yang wangi. Hal itu membuat aku
memperbaiki letak penisku (waktu Kak Rini sudah di
kamar mandi) karena aku malu kalau Kak Rini tau
aku sedang 'horny' karena celana pendek yang aku kenakan sedikit ketat. Setelah keluar dari kamar
mandi, Kak Rini pun ikutan duduk di karpet
disampingku, malah dia tengkurap sambil
membelakangiku dan memeluk bantal duduk. Aku
semakin bebas melihat buah pantatnya yang bagus,
sedikit pahanya yang mulus dengan betisnya yang indah yang ditaburi bulu-bulu halus yang rapi.
Sungguh pemandangan yang membuat aku makin
konak, sehingga aku tidak konsen lagi dengan acara
TV ataupun obrolan kami. Sambil ngobrol dan bercanda, Kak Rini sering
mengejek atau meledek aku hingga aku tak sadar
menepuk betisnya yang indah dan mulus. Setelah
menepuk, aku tidak menarik kembali tanganku, tapi
kubiarkan terparkir di betisnya sambil sesakali
mengusapnya. Jantungku makin dag dig dug, aku gelisah, karena baru kali ini selama aku tinggal
dengannya bisa berdekatan sambil mengelus
betisnya. Kejadian di atas kapal laut yang aku coba
lupakan, terkenang kembali. Penisku makin tegang,
dan terciplak jelas di celana pendekku karena aku
tidak memakai CD lagi didalamnya (aku memang jarang memakai CD kalau dirumah). Untuk
menutupinya, aku meminta bantal duduk yang lain
yang berada didepan Kak Rini. "Tolongin bantalnya dong kak!" Sambil menunjuk
bantal didepannya..
"Ambil aja sendiri, malas amat seh bergerak!"
katanya mengejekku. Tanpa meminta lagi, aku
langsung bergerak mengambilnya, tetapi aku harus
melewati tubuhnya, dan mau tak mau aku menindih pantatnya yang indah.
"Yang ini aja deh.." kataku sambil merebut bantal
yang ada dipelukannya. Tapi karena dia
mempertahankannya, akupun tertarik ke arah
tubuhnya sehingga sekarang aku menindihnya dari
atas, sedangkan dia masih tetap tengkurap. Sambil mempertahankan bantalnya, buah pantatnya yang
sudah aku tindih juga turut bergoyang menambah
ketegangan penisku. Dengan posisi seperti ini,
akupun bebas menciumi rambutnya yang harum
sambil tangan dan lengan kami bersentuhan.
Sungguh posisi yang paling mengasyikkan, dan aku pun akhirnya tetap berada diatas tubuhnya..
"Ihh.. kakak pelit!"
"Biarin..!" katanya sambil tetap menatap layar TV.
Pandanganku tertutupi oleh sebagian rambutnya
yang sebahu, dan aku pun makin berani menciumi
rambutnya dan mulai memegangi tangannya. Jantungku berdegup kencang, aku tahu Kak Rini
mengetahuinya, tapi ketakutanku dikalahkan oleh
nafsuku dan tanganku mulai berani menyibak dan
mengelus rambutnya..
"Kakak harum.." kataku tanpa disengaja karena
sensasi yang ditimbulkan oleh suasana seperti ini.. "Biarin.. kamu aja yang bau.. wwek!" Katanya
mengejekku. Setelah menyibak rambutnya, kuberanikan mencium
tengkuknya, Kak Rini tampak kaget walaupun
sesaat, dan dia tetap mengarahkan pandangannya
ke layar TV walaupu aku tahu tidak konsen lagi
dengan acara TV. Melihat dia tidak protes, aku
semakin berani menciumi telinganya dan bolak balik kelehernya..
"Kulit kakak muluss.." Kataku dengan gugup..
"Sshh.. biarin" Jawabnya sedikit mendesah. Aku pun
makin agresif.. kugoyang pinggulku agar penisku
bisa lebih merasakan buah pantatnya sambil
tanganku perlahan-lahan mulai menyusup kearah ketiaknya. Tangan masuk melalui lobang ketiak
dasternya, dan mencoba mengusap pangkal
payudaranya. Sampai saat itu, aku masih takut kalau Kak Rini jadi
marah karena 'kenakalanku'. Tapi karena dorongan
nafsu yang makin menjadi, aku beranikan untuk
menarik bawah dasternya sambil mengusap paha
luarnya dengan tanganku yang satu, sedangkan
tangan yang lain tetap meraba-raba payudaranya. Aku tak peduli lagi kalau dia marah, karena sensasi
yang tercipta benar-benar membuat penisku tak
sabaran lagi. Dengan dibantu kakiku, aku coba
merenggangkan pahanya, setelah dasternya mulai
sedikit demi sedikt tergeser keatas pinggangnya,
sampai tampak CD Kak Rini yang berwarna putih. Kak Rini diam saja, malah cenderung penurut ketika aku
menarik dasternya keatas dengan mengangkat
pantatnya sedikit, sehingga penisku makin
menempel keras di buah pantatnya yang montok.
Sampai disini, aku masih mengelus-elus pahanya
dengan lembut dan tangan yang satu sudah berani meyelusupkan satu jari ke dalam mangkuk BH nya
sambil menekan lembut payudara Kak Rini. Aku juga
mulai menciumi punggungnya yang sedikit terbuka
dibagian atasnya, terus kebawah kearah tali BH nya.
Aku menggigit daster dan tali BH nya bagian
belakang lalu kutarik dan kulepas sehingga berbunyi cipak (bunyi tali BH mengenai kulitnya), dan kuulangi
beberapa kali. "Hmm.. sakkitt..!!" Rengeknya manja sambil
menundukkan kepalanya ke bantal sambil
menikmati permainanku.
"Biarin..!!" Balasku dan kami sama-sama tertawa.
Aku pun makin berani menarik CD Kak Rini kebawah
sambil aku mencoba mencium pipinya. "Kamu nakaa..ll!!" Manjanya yang membuat aku
makin bernafsu. Aku tarik tanganku yang mengelus-
elus payudaranya dan menarik wajahnya sehingga
aku dapat mencium bibirnya walaupun hanya
sebentar dan dengan agak susah. Karena aku makin bernafsu dan ingin sekali
menciumi bibirnya yang seksi, aku bangun dan
segera menarik CD Kak Rini sampai kelutut. Lalu aku
membalikkan badannya dengan sedikit kasar
sehinnga sekarang Kak Rini terlentang dihadapanku
dengan dasternya yang sudah terangkat sampai keperut dan CD sampai lutut yang memperlihatkan
rimbunan bulu-bulu halus di selangkangannya.
"Kamu mau ngapain..?!" Katanya sedikit terkejut.
Tapi aku segera menindihnya dan memegang
wajahnya dan segera mencium bibirnya yang
diatasnya ditumbuhi bulu-bulu halus seperti seperti kumis tipis. Kak Rini coba berontak dengan
memalingkan wajahnya, tetapi karena aku telah
memegang mukanya, akhirnya bibirnyapun berhasil
aku lumat, dengan sedikit menarik dagunya sehingga
bibirnya terbuka. Kak Rini pasif saja mulanya, tapi
setelah aku jilati bibirnya, dia pun mulai membuka mulutnya dan mendesah..
"Ahh..jangan Rick!" Tapi aku terus mencium, menjilat
sampai Kak Rini pun berani membalas goyangan
lidahku di dalam rongga mulutnya. Lama kami bermain lidah, saling menjilat disertai
desahan nafas kami dan bunyi 'plok' saat bibir kami
terlepas untuk menarik nafas, kemudian melanjutkan
saling kulum dengan ganasnya. Perlahan tanganku
meraih kedua tangannya dan menaruhnya diatas
karpet dibagian atas kepala Kak Rini sambil terus berciuman. Aku kembali menciumi lehernya,
bahunya dan dadanya. Kak Rini hanya mendesah
tanpa berbicara..
"Akhh.. sshh..!!" dan aku makin melancarkan
ciumanku, kali ini ke ketiaknya yang putih (bulu-
bulunya tidak selebat waktu di atas kapal laut), aku ciumin dan aku jilati..
"Akhh.. geli sayang!!" Desahnya lalu menggigit
bibirnya (itulah kata sayang yang pertama ditujukan
padaku) sambil kepalanya bergoyang kiri-kanan
menikmati rangsangan yang aku berikan. Aroma tubuhnya yang sensasional dan sensasi bulu-
bulu ketiaknya membuat aku makin terangsang dan
aku segera meremas payudaranya dan Kak Rini
memelototi aku katanya,
"Sshh.. pelan-pelan.. sakit!"
Aku pun segera memintanya untuk melepaskan dasternya agar aku bisa membuka BH nya, tapi dia
merengek manja..
"Nggak mauu..!!" Katanya pura-pura cemberut, tapi
aku segera mencopot CD nya dan segera
kubenamkan wajahku di vaginanya yang penuh
dengan bulu-bulu halus menggairahkan. "Kamu mau ngapain..?" Tanyanya bingung, tapi aku
terus saja mencoba menguak pahanya dengan
kedua tanganku lalu mulai menjilati vaginanya yang
ternyata sudah mulai basah oleh cairan vaginanya.
"Jangan ahh.. kan bau tuh..sshh..!" Protesnya sambil
mendesah menahan nikmat, tapi aku justru merasakan aroma vagina yang membuat perasaan
tidak karuan.
"Asyik kok kak.. punyanya kakak harum ya..?!!"
kataku memuji karena memang harum. Aku jilati bibir vaginanya yang menonjol, clitorisnya,
dan dengan bantuan jari menguak vaginanya, aku
menusukkan lidahku ke dalam lobang vaginanya,
sehingga Kak Rini mengerang tak karauan..
"Ohh.. uu.." Tiba-tiba aku merasa vaginanya
menegang dan pahanya dirapatkan menjepit kepalaku, dan aku mencium aroma vaginanya yang
makin tajam diiringi lidahku merasakan cairan
bening dari dalam lubang vaginanya.. ternyata Kak
Rini sudah orgasme. Diapun mendorong kepalaku
sehingga terangkat dari vaginanya dan tangannya
menutupi vaginanya lalu tangan satunya mengambil CD nya yang tergeletak disampingnya dan menutupi
lubang vaginanya dengan CD nya itu dan berbaring
membelakangiku sambil mengatur nafasnya yang
memburu. Aku kecewa karena tidak sempat menjilati cairan
vaginanya yang harum (aroma bunga). Aku coba
mendekatinya lagi sambil melepaskan celanaku.
Ketika aku coba menyentuh vaginanya dari
belakang, dia berkata,
"Sudah dong Rick..!" Aku coba mengerti, mungkin Kak Rini malu kalau
cairan vaginanya aku jilati. Juga mungkin perasannya
yang bersalah telah orgasme dihadapan adik
sepupunya sendiri. Aku hanya memeluknya dari
belakang sambil menempelkan penisku yang sudah
ngeras habis dibelahan pantatnya, lalu aku belai- belai rambutnya, mencoba menghiburnya karena
aku sendiri belum mencapai klimaks.
"Kamu jahat.. rangsang aku sampai aku orgasme!"
Katanya sewaktu aku sudah mulai menggesek-
gesekkan penisku di pantatnya.
Aku hanya diam, karena aku makin terangsang ingin memasukkan penisku ke vaginanya. Dan ketika aku
makin kencang menggesekkan penisku yang mulai
basah oleh sisa cairan vaginanya dan Kak Rini diam
saja, aku lalu memutar tubuhnya sehingga dia
kembali terlentang dan aku segera merenggangkan
kembali pahanya, tetapi Kak Rini menolak sambil menarik aku dan berkata sambil membelai-belai
wajahku..
"Jangan sayang.. aku takut hamil selama Mas Tanto
nggak ada disini" Katanya memohon pengertianku.
"Tapi kak.. aku dah nggak tahan lagi.." Protesku.
"Didubur aja Kak kalau nggak mau di vaginanya kakak..?!!"
"Sakit sayang.. lagian nanti berbekas!" katanya
memohon.
"Kalau gitu kakak oral aja..!" kataku sambil
menyodorkan penisku ke mukanya. Dia tampak
kaget melihat penisku yang agak besar walaupun panjangnya cuman sekitar 15 cm.
"Ok..tapi kalau udah mau keluar bilang ya..aku belum
pernah nelan spermanya Mas Tanto!" Katanya sambil
duduk dan membuka daster dan BH nya. Aku terpesona melihat bentuk payudara yang indah
(punya pacarku saja yang dulunya aku bilang bagus
masih kalah sama punyanya Kak Rini), sampai aku
tidak tahan untuk tidak meremasnya..
"Tete kakak bagus..!!" Pujiku. Kak Rini hanya
tersentum manis, "Kalau udah mau keluar, gesekin aja di sini ya..!"
Katanya sambil menunjuk ke payudaranya, lalu dia
memegang penisku dan mulai mengulumnya,
"Ssruupphh.." Bunyi kulumannya di kepala penisku
yang agak besar sambil melumurinya dengan air
liurnya. "Punyamu besar dan agak panjang dari Mas Tanto..!"
Tapi aku tidak terlalu menghiraukan lagi kata-
katanya disela hisapannya, karena aku sendiri sudah
merasa terbang ke langit ketujuh. posisi kami
awalnya sama-sama berlutut, Kak Rini mengulum
penisku sambil tangannya meremas-remas buah pantatku, dan sesekali menyentuh lubang anusku,
semuanya itu menambah rangsangannya. Aku
memperhatikan kulit Kak Rini yang benar-bener
mulus dari punggungnya sampai ke pinggangnya
yang ditumbuhi bulu-bulu halus, bentuk pantatnya
yang indah dan payudaranya yang menggelitik pahaku sambil mulutnya mengulum penisku..
"Akhh.. kak.. duduk dong!" Kataku sambil berdiri
karena rangsanagn yang dia berikan semakin
memacu gairahku. Kak Rini pun duduk dan aku berdiri, lalu dia kembali
memasukkan penisku ke mulutnya. Kali ini aku yang
menggoyang pantatku ke depan ke belakang dan
lidahnya menahan kepala penisku setiap pantatku
kudorong kedepan sambil tangannya memeluk
kedua pahaku. Beberapa menit kemudian aku sudah mulai merasakan desakan air maniku yang mau
keluar, aku pun menarik keluar penisku, tapi karena
hisapan yang kuat dari mulut Kak Rini, aku pun
mendorongnya dan dia mengerti kalau aku sudah
mau klimaks, Kak Rini segera berbaring dan
memegang penisku lalu diarahkan ke payudaranya lalu menjepit dan aku disuruhnya untuk menggesek-
gesekkannya sambil meremas payudaranya,
sampai..
"Akhh.. kakkh.. aku mau keluar..!!" Kataku sambil
menggeleng-gelengkan kepalaku. Dan.. crot.. crot..
banyak sekali air maniku yang muncrat di dada dan leher Kak Rini bahkan ada yang sampai mengenai
mukanya.
"Akhh.. kakak nikmat bangett..!!" Jeritku sambil tetap
meremas payudaranya. "Bersihin dong Rick, sperma kamu banyak tuh..!!"
Katanya sambil menyodorkan dasternya.
Aku pun mulai menglap sisa-sisa spermaku di
payudaranya, leher dan mukanya. Lalu aku ciumin
bibirnya,
"Makasih Rick.. kamu puasin aku malam ini!" Katanya "Kamu hebat.. pintar rangsang aku..!" Bisiknya malu-
malu.
"Dan mulai sekarang.. kamu nggak usah lagi
tumpahin spermamu di celana dalam kakak yang
udah kotor.. capek nyucinya.. hehe!!" Godanya,
"Jadi kakak tahu kalau aku sering tumpahin spermaku di CD nya kakak??" Tanyaku malu..
"Iyalah.. tapi nggak papa kok.. kakak suka.. aku juga
sering ciumin CD kamu kok.. cuman kamu nggak tau
kan?!!hehhe!!"
Lalu katanya lagi, "Sejak dari pertama kenal, kakak
sudah tertarik sama kamu, tapi kakak sembunyiin.. kamu aja yang agak berani.. terutama di atas kapal
laut dulu!!". Malam itu kami lanjutkan bercerita tentang kejadian-
kejadian yang kami alami selama ini yang sama-
sama kami rahasiakan, semuanya dibongkar dengan
jelas.. dan sambil bercerita, kami selingi dengan
saling cium, melumat bibir, saling raba dan
berpelukan. Kami tertidur sambil berpelukan dengan telanjang di ruang itu, setelah aku membuat Kak Rini
orgasme sekali lagi walaupun dengan jari-jari
tanganku (itu permintaannya sendiri) walaupun aku
sebenarnya ingin merasakan vagina Kak Rini. Sejak saat itu, aku dan Kak Rini sering 'bercinta',
walaupun Kak Rini belum mau aku memasukkan
penisku ke vaginanya karena takut kalau-kalau dia
hamil saat suaminya ada di luar negeri. Tapi paling
tidak, aku tidak lagi cuma merasakan aroma
vaginanya lewat CD nya, atau aroma tubuhnya yang sensasional di pakaiannya, tapi aku sudah bisa
merasakan langsung, kapan saja aku mau.